Senin, 21 Juni 2010

BAB 12 TERMODINAMIKA

Termodinamika adalah kajian tentang kalor (panas) yang berpindah. Dalam termodinamika kamu akan banyak membahas tentang sistem dan lingkungan. Kumpulan benda-benda yang sedang ditinjau disebut sistem, sedangkan semua yang berada di sekeliling (di luar) sistem disebut lingkungan.

Usaha Luar

Usaha luar dilakukan oleh sistem, jika kalor ditambahkan (dipanaskan) atau kalor dikurangi (didinginkan) terhadap sistem. Jika kalor diterapkan kepada gas yang menyebabkan perubahan volume gas, usaha luar akan dilakukan oleh gas tersebut. Usaha yang dilakukan oleh gas ketika volume berubah dari volume awal V1 menjadi volume akhir V2 pada tekanan p konstan dinyatakan sebagai hasil kali tekanan dengan perubahan volumenya.

W = p∆V= p(V2 – V1)

Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang ditulis sebagai

pers01Tekanan dan volume dapat diplot dalam grafik p – V. jika perubahan tekanan dan volume gas dinyatakan dalam bentuk grafik p – V, usaha yang dilakukan gas merupakan luas daerah di bawah grafik p – V. hal ini sesuai dengan operasi integral yang ekuivalen dengan luas daerah di bawah grafik.

fig2004Gas dikatakan melakukan usaha apabila volume gas bertambah besar (atau mengembang) dan V2 > V1. sebaliknya, gas dikatakan menerima usaha (atau usaha dilakukan terhadap gas) apabila volume gas mengecil atau V2 < V1 dan usaha gas bernilai negatif.

Energi Dalam

Suatu gas yang berada dalam suhu tertentu dikatakan memiliki energi dalam. Energi dalam gas berkaitan dengan suhu gas tersebut dan merupakan sifat mikroskopik gas tersebut. Meskipun gas tidak melakukan atau menerima usaha, gas tersebut dapat memiliki energi yang tidak tampak tetapi terkandung dalam gas tersebut yang hanya dapat ditinjau secara mikroskopik.

Berdasarkan teori kinetik gas, gas terdiri atas partikel-partikel yang berada dalam keadaan gerak yang acak. Gerakan partikel ini disebabkan energi kinetik rata-rata dari seluruh partikel yang bergerak. Energi kinetik ini berkaitan dengan suhu mutlak gas. Jadi, energi dalam dapat ditinjau sebagai jumlah keseluruhan energi kinetik dan potensial yang terkandung dan dimiliki oleh partikel-partikel di dalam gas tersebut dalam skala mikroskopik. Dan, energi dalam gas sebanding dengan suhu mutlak gas. Oleh karena itu, perubahan suhu gas akan menyebabkan perubahan energi dalam gas. Secara matematis, perubahan energi dalam gas dinyatakan sebagai

untuk gas monoatomik

pers02

untuk gas diatomik

pers03

Dimana ∆U adalah perubahan energi dalam gas, n adalah jumlah mol gas, R adalah konstanta umum gas (R = 8,31 J mol−1 K−1, dan ∆T adalah perubahan suhu gas (dalam kelvin).

Hukum I Termodinamika

Jika kalor diberikan kepada sistem, volume dan suhu sistem akan bertambah (sistem akan terlihat mengembang dan bertambah panas). Sebaliknya, jika kalor diambil dari sistem, volume dan suhu sistem akan berkurang (sistem tampak mengerut dan terasa lebih dingin). Prinsip ini merupakan hukum alam yang penting dan salah satu bentuk dari hukum kekekalan energi.



Sistem yang mengalami perubahan volume akan melakukan usaha dan sistem yang mengalami perubahan suhu akan mengalami perubahan energi dalam. Jadi, kalor yang diberikan kepada sistem akan menyebabkan sistem melakukan usaha dan mengalami perubahan energi dalam. Prinsip ini dikenal sebagai hukum kekekalan energi dalam termodinamika atau disebut hukum I termodinamika. Secara matematis, hukum I termodinamika dituliskan sebagai

Q = W + ∆U

Dimana Q adalah kalor, W adalah usaha, dan ∆U adalah perubahan energi dalam. Secara sederhana, hukum I termodinamika dapat dinyatakan sebagai berikut.

Jika suatu benda (misalnya krupuk) dipanaskan (atau digoreng) yang berarti diberi kalor Q, benda (krupuk) akan mengembang atau bertambah volumenya yang berarti melakukan usaha W dan benda (krupuk) akan bertambah panas (coba aja dipegang, pasti panas deh!) yang berarti mengalami perubahan energi dalam ∆U.

Proses Isotermik

Suatu sistem dapat mengalami proses termodinamika dimana terjadi perubahan-perubahan di dalam sistem tersebut. Jika proses yang terjadi berlangsung dalam suhu konstan, proses ini dinamakan proses isotermik. Karena berlangsung dalam suhu konstan, tidak terjadi perubahan energi dalam (∆U = 0) dan berdasarkan hukum I termodinamika kalor yang diberikan sama dengan usaha yang dilakukan sistem (Q = W).

Proses isotermik dapat digambarkan dalam grafik p – V di bawah ini. Usaha yang dilakukan sistem dan kalor dapat dinyatakan sebagai

pers04Dimana V2 dan V1 adalah volume akhir dan awal gas.

isothermal_process

Proses Isokhorik

Jika gas melakukan proses termodinamika dalam volume yang konstan, gas dikatakan melakukan proses isokhorik. Karena gas berada dalam volume konstan (∆V = 0), gas tidak melakukan usaha (W = 0) dan kalor yang diberikan sama dengan perubahan energi dalamnya. Kalor di sini dapat dinyatakan sebagai kalor gas pada volume konstan QV.

QV = ∆U

Proses Isobarik

Jika gas melakukan proses termodinamika dengan menjaga tekanan tetap konstan, gas dikatakan melakukan proses isobarik. Karena gas berada dalam tekanan konstan, gas melakukan usaha (W = p∆V). Kalor di sini dapat dinyatakan sebagai kalor gas pada tekanan konstan Qp. Berdasarkan hukum I termodinamika, pada proses isobarik berlaku

pers05Sebelumnya telah dituliskan bahwa perubahan energi dalam sama dengan kalor yang diserap gas pada volume konstan

QV =∆U

Dari sini usaha gas dapat dinyatakan sebagai

W = Qp − QV

Jadi, usaha yang dilakukan oleh gas (W) dapat dinyatakan sebagai selisih energi (kalor) yang diserap gas pada tekanan konstan (Qp) dengan energi (kalor) yang diserap gas pada volume konstan (QV).


diag11

Proses Adiabatik

Dalam proses adiabatik tidak ada kalor yang masuk (diserap) ataupun keluar (dilepaskan) oleh sistem (Q = 0). Dengan demikian, usaha yang dilakukan gas sama dengan perubahan energi dalamnya (W = ∆U).

Jika suatu sistem berisi gas yang mula-mula mempunyai tekanan dan volume masing-masing p1 dan V1 mengalami proses adiabatik sehingga tekanan dan volume gas berubah menjadi p2 dan V2, usaha yang dilakukan gas dapat dinyatakan sebagai


pers06Dimana γ adalah konstanta yang diperoleh perbandingan kapasitas kalor molar gas pada tekanan dan volume konstan dan mempunyai nilai yang lebih besar dari 1 (γ > 1).


Proses adiabatik dapat digambarkan dalam grafik p – V dengan bentuk kurva yang mirip dengan grafik p – V pada proses isotermik namun dengan kelengkungan yang lebih curam.

BAB 11 TEORI KINETIK GAS

Persamaan Gas Ideal

Pada pembahasan sebelumnya (hukum-hukum gas – persamaan keadaan) gurumuda sudah menjelaskan secara panjang pendek mengenai hukum om Boyle, hukum om Charles dan hukum om Gay-Lussac. Ketiga hukum gas ini baru menjelaskan hubungan antara suhu, volume dan tekanan gas secara terpisah. Hukum om obet Boyle hanya menjelaskan hubungan antara Tekanan dan volume gas. Hukum om Charles hanya menjelaskan hubungan antara volume dan suhu gas. Hukum om Gay-Lussac hanya menjelaskan hubungan antara suhu dan tekanan gas. Perlu diketahui bahwa ketiga hukum ini hanya berlaku untuk gas yang memiliki tekanan dan massa jenis yang tidak terlalu besar. Ketiga hukum ini juga hanya berlaku untuk gas yang suhunya tidak mendekati titik didih. Oya, yang dimaksudkan dengan gas di sini adalah gas yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Istilah kerennya gas riil alias gas nyata… misalnya oksigen, nitrogen dkk…

Karena hukum om obet Boyle, hukum om Charles dan hukum om Gay-Lussac tidak berlaku untuk semua kondisi gas maka analisis kita akan menjadi lebih sulit. Untuk mengatasi hal ini (maksudnya untuk mempermudah analisis), kita bisa membuat suatu model gas ideal alias gas sempurna. Gas ideal tidak ada dalam kehidupan sehari-hari; yang ada dalam kehidupan sehari-hari cuma gas riil alias gas nyata. Gas ideal cuma bentuk sempurna yang sengaja kita buat untuk mempermudah analisis, mirip seperti konsep benda tegar atau fluida ideal. Ilmu fisika tuh aneh-aneh…. dari pada bikin ribet dan pusink sendiri lebih baik cari saja pendekatan yang lebih mudah ;) Kita bisa menganggap hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lusac berlaku pada semua kondisi gas ideal, baik ketika tekanan dan massa jenis gas sangat tinggi atau suhu gas mendekati titik didih. Adanya konsep gas ideal ini juga sangat membantu kita dalam meninjau hubungan antara ketiga hukum gas tersebut.

Biar dirimu lebih nyambung, gurumuda tulis kembali penyataan hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac.

Hukum Boyle

Berdasarkan percobaan yang dilakukannya, om Robert Boyle menemukan bahwa apabila suhu gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, volume gas semakin berkurang. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, volume gas semakin bertambah. Istilah kerennya tekanan gas berbanding terbalik dengan volume gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Boyle. Secara matematis ditulis sebagai berikut :

hukum-gas-ideal-aKeterangan :

hukum-gas-ideal-b

Hukum Charles

Seratus tahun setelah om Obet Boyle menemukan hubungan antara volume dan tekanan, seorang ilmuwan berkebangsaan Perancis yang bernama om Jacques Charles (1746-1823) menyelidiki hubungan antara suhu dan volume gas. Berdasarkan hasil percobaannya, om Cale menemukan bahwa apabila tekanan gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika suhu mutlak gas bertambah, volume gas pun ikt2an bertambah, sebaliknya ketika suhu mutlak gas berkurang, volume gas juga ikut2an berkurang. Hubungan ini dikenal dengan julukan hukum Charles. Secara matematis ditulis sebagai berikut :

hukum-gas-ideal-c

Hukum Gay-Lussac

Setelah om obet Boyle dan om Charles mengabadikan namanya dalam ilmu fisika, om Joseph Gay-Lussac pun tak mau ketinggalan. Berdasarkan percobaan yang dilakukannya, om Jose menemukan bahwa apabila volume gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, suhu mutlak gas pun ikut2an bertambah. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, suhu mutlak gas pun ikut2an berkurang. Istilah kerennya, pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Gay-Lussac. Secara matematis ditulis sebagai berikut :



Hubungan antara suhu, volume dan tekanan gas

Hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Gay-Lussac baru menurunkan hubungan antara suhu, volume dan tekanan gas secara terpisah. Bagaimanapun ketiga besaran ini memiliki keterkaitan erat dan saling mempengaruhi. Karenanya, dengan berpedoman pada ketiga hukum gas di atas, kita bisa menurunkan hubungan yang lebih umum antara suhu, volume dan tekanan gas. Gurumuda tulis lagi ketiga perbandingan di atas biar dirimu lebih nyambung :

hukum-gas-ideal-e

Jika perbandingan 1, perbandingan 2 dan perbandingan 3 digabung menjadi satu, maka akan tampak seperti ini :

hukum-gas-ideal-fPersamaan ini menyatakan bahwa tekanan (P) dan volume (V) sebanding dengan suhu mutlak (T). Sebaliknya, volume (V) berbanding terbalik dengan tekanan (P).

Perbandingan 4 bisa dioprek menjadi persamaan :

hukum-gas-ideal-g

Keterangan :

P1 = tekanan awal (Pa atau N/m2)

P2 = tekanan akhir (Pa atau N/m2)

V1 = volume awal (m3)

V2 = volume akhir (m3)

T1 = suhu awal (K)

T2 = suhu akhir (K)

(Pa = pascal, N = Newton, m2 = meter kuadrat, m3 = meter kubik, K = Kelvin)

Contoh soal ada di bagian akhir tulisan ini… Tuh di bawah

Hubungan antara massa gas (m) dengan volume (V)

Sejauh ini kita baru meninjau hubungan antara suhu, volume dan tekanan gas. Massa gas masih diabaikan… Kok gas punya massa ya ? yupz… Setiap zat alias materi, termasuk zat gas terdiri dari atom-atom atau molekul-molekul. Karena atom atau molekul mempunyai massa maka tentu saja gas juga mempunyai massa. Kalau dirimu bingung, silahkan pelajari lagi materi Teori atom dan Teori kinetik.

Pernah meniup balon ? ketika dirimu meniup balon, semakin banyak udara yang dimasukkan, semakin kembung balon tersebut. Dengan kata lain, semakin besar massa gas, semakin besar volume balon. Kita bisa mengatakan bahwa massa gas (m) sebanding alias berbanding lurus dengan volume gas (V). Secara matematis ditulis seperti ini :

hukum-gas-ideal-hJika perbandingan 4 digabung dengan perbandingan 5 maka akan tampak seperti ini :

hukum-gas-ideal-i

Jumlah mol (n)

Sebelum melangkah lebih jauh, terlebih dahulu kita bahas konsep mol. Dari pada kelamaan, kita langsung ke sasaran saja… 1 mol = besarnya massa suatu zat yang setara dengan massa molekul zat tersebut. Massa dan massa molekul tuh beda. Biar paham, amati contoh di bawah…

Contoh 1, massa molekul gas Oksigen (O2) = 16 u + 16 u = 32 u (setiap molekul oksigen berisi 2 atom Oksigen, di mana masing-masing atom Oksigen mempunyai massa 16 u). Dengan demikian, 1 mol O2 mempunyai massa 32 gram. Atau massa molekul O2 = 32 gram/mol = 32 kg/kmol

Contoh 2, massa molekul gas karbon monooksida (CO) = 12 u + 16 u = 28 u (setiap molekul karbon monooksida berisi 1 atom karbon (C) dan 1 atom oksigen (O). Massa 1 atom karbon = 12 u dan massa 1 atom Oksigen = 16 u. 12 u + 16 u = 28 u). Dengan demikian, 1 mol CO mempunyai massa 28 gram. Atau massa molekul CO = 28 gram/mol = 28 kg/kmol

Contoh 3, massa molekul gas karbon dioksida (CO2) = [12 u + (2 x 16 u)] = [12 u + 32 u] = 44 u (setiap molekul karbon dioksida berisi 1 atom karbon (C) dan 2 atom oksigen (O). Massa 1 atom Carbon = 12 u dan massa 1 atom oksigen = 16 u). Dengan demikian, 1 mol CO2 mempunyai massa 44 gram. Atau massa molekul CO2 = 44 gram/mol = 44 kg/kmol.

Sebelumnya kita baru membahas definisi satu mol. Sekarang giliran jumlah mol (n). Pada umumnya, jumlah mol (n) suatu zat = perbandingan massa zat tersebut dengan massa molekulnya. Secara matematis ditulis seperti ini :

hukum-gas-ideal-j1

Contoh 1 : hitung jumlah mol pada 64 gram O2

Massa O2 = 64 gram

Massa molekul O2 = 32 gram/mol

hukum-gas-ideal-k

Contoh 2 : hitung jumlah mol pada 280 gram CO

Massa CO = 280 gram

Massa molekul CO = 28 gram/mol

hukum-gas-ideal-l

Contoh 3 : hitung jumlah mol pada 176 gram CO2

Massa CO2 = 176 gram

Massa molekul CO2 = 44 gram/mol

hukum-gas-ideal-m

Konstanta gas universal (R)

Perbandingan yang sudah diturunkan di atas (perbandingan 6) bisa diubah menjadi persamaan dengan menambahkan konstanta perbandingan. Btw, berdasarkan penelitian yang dilakukan om-om ilmuwan, ditemukan bahwa apabila kita menggunakan jumlah mol (n) untuk menyatakan ukuran suatu zat maka konstanta perbandingan untuk setiap gas memiliki besar yang sama. Konstanta perbandingan yang dimaksud adalah konstanta gas universal (R). Universal = umum, jangan pake bingung…

R = 8,315 J/mol.K

= 8315 kJ/kmol.K

= 0,0821 (L.atm) / (mol.K)

= 1,99 kal / mol. K

(J = Joule, K = Kelvin, L = liter, atm = atmosfir, kal = kalori)

HUKUM GAS IDEAL (dalam jumlah mol)

Setelah terseok-seok, akhirnya kita tiba di penghujung acara pengoprekan rumus. Perbandingan 6 (tuh di atas) bisa kita tulis menjadi persamaan, dengan memasukan jumlah mol (n) dan konstanta gas universal (R)…

PV = nRT

Persamaan ini dikenal dengan julukan hukum gas ideal alias persamaan keadaan gas ideal.

Keterangan :

P = tekanan gas (N/m2)

V = volume gas (m3)

n = jumlah mol (mol)

R = konstanta gas universal (R = 8,315 J/mol.K)

T = suhu mutlak gas (K)

CATATAN :

Pertama, dalam penyelesaian soal, dirimu akan menemukan istilah STP. STP tuh singkatan dari Standard Temperature and Pressure. Bahasanya orang bule… Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa orang Indonesia, STP artinya Temperatur dan Tekanan Standar. Temperatur = suhu.

Temperatur standar (T) = 0 oC = 273 K

Tekanan standar (P) = 1 atm = 1,013 x 105 N/m2 = 1,013 x 102 kPa = 101 kPa

Kedua, dalam menyelesaikan soal-soal hukum gas, suhu alias temperatur harus dinyatakan dalam skala Kelvin (K)

Ketiga, apabila tekanan gas masih berupa tekanan ukur, ubah terlebih dahulu menjadi tekanan absolut. Tekanan absolut = tekanan atmosfir + tekanan ukur (tekanan atmosfir = tekanan udara luar)

Keempat, jika yang diketahui adalah tekanan atmosfir (tidak ada tekanan ukur), langsung oprek saja tuh soal.

Contoh soal 1 :

Pada tekanan atmosfir (101 kPa), suhu gas karbon dioksida = 20 oC dan volumenya = 2 liter. Apabila tekanan diubah menjadi 201 kPa dan suhu dinaikkan menjadi 40 oC, hitung volume akhir gas karbon dioksida tersebut…

Panduan jawaban :

P1 = 101 kPa

P2 = 201 kPa

T1 = 20 oC + 273 K = 293 K

T2 = 40 oC + 273 K = 313 K

V1 = 2 liter

V2 = ?

Tumbangkan soal :

hukum-gas-ideal-nVolume akhir gas karbon dioksida = 1,06 liter

Contoh soal 2 :

Tentukan volume 2 mol gas pada STP (anggap saja gas ini adalah gas ideal)

Panduan jawaban :

hukum-gas-ideal-oVolume 2 mol gas pada STP (temperatur dan tekanan stadard) adalah 44,8 liter. Berapa volume 1 mol gas pada STP ? itung sendiri….

Contoh soal 3 :

Volume gas oksigen pada STP = 20 m3. Berapa massa gas oksigen ?

Panduan jawaban :

Volume 1 mol gas pada STP = 22,4 liter = 22,4 dm3 = 22,4 x 10-3 m3 (22,4 x 10-3 m3/mol)

Volume gas oksigen pada STP = 20 m3

hukum-gas-ideal-p

Massa molekul oksigen = 32 gram/mol (massa 1 mol oksigen = 32 gram). Dengan demikian, massa gas oksigen adalah :

hukum-gas-ideal-q

Catatan :

Kadang massa molekul disebut sebagai massa molar. Jangan pake bingung, maksudnya sama saja… Massa molar = massa molekul

Contoh soal 4 :

Sebuah tangki berisi 4 liter gas oksigen (O2). Suhu gas oksigen tersebut = 20 oC dan tekanan terukurnya = 20 x 105 N/m2. Tentukan massa gas oksigen tersebut (massa molekul oksigen = 32 kg/kmol = 32 gram/mol)

Panduan jawaban :

P = Patm + Pukur = (1 x 105 N/m2) + (20 x 105 N/m2) = 21 x 105 N/m2

T = 20 oC + 273 = 293 K

V = 4 liter = 4 dm3 = 4 x 10-3 m3

R = 8,315 J/mol.K = 8,315 Nm/mol.K

Massa molekul O2 = 32 gram/mol = 32 kg/kmol

Massa O2 = ?

hukum-gas-ideal-rMassa gas oksigen = 110 gram = 0,11 kg

Guampang sekali khan ? hiks2…. Sering2 latihan, biar mahir

HUKUM GAS IDEAL (Dalam jumlah molekul)

Kalau sebelumnya Hukum gas ideal dinyatakan dalam jumlah mol (n), maka kali ini hukum gas ideal dinyatakan dalam jumlah molekul (N). Sebelum menurunkan persamaannya, terlebih dahulu baca pesan-pesan berikut ini…

Seperti yang telah gurumuda jelaskan sebelumnya, apabila kita menyatakan ukuran zat tidak dalam bentuk massa (m), tapi dalam jumlah mol (n), maka konstanta gas universal (R) berlaku untuk semua gas. Hal ini pertama kali ditemukan oleh alhamrum Amedeo Avogadro (1776-1856), mantan ilmuwan Italia. Sekarang beliau sudah beristirahat di alam baka… Almahrum Avogadro mengatakan bahwa ketika volume, tekanan dan suhu setiap gas sama, maka setiap gas tersebut memiliki jumlah molekul yang sama. Kalimat yang dicetak tebal ini dikenal dengan julukan hipotesa Avogadro (hipotesa = ramalan atau dugaan). Hipotesa almahrum Avogadro ini sesuai dengan kenyataan bahwa konstanta R sama untuk semua gas. Berikut ini beberapa pembuktiannya :

Pertama, jika kita menyelesaikan soal menggunakan persamaan hukum gas ideal (PV = nRT), kita akan menemukan bahwa ketika jumlah mol (n) sama, tekanan dan suhu juga sama, maka volume semua gas akan bernilai sama, apabila kita menggunakan konstanta gas universal (R = 8,315 J/mol.K). Karenanya dirimu jangan pake heran kalau pada STP, setiap gas yang memiliki jumlah mol (n) yang sama akan memiliki volume yang sama. Volume 1 mol gas pada STP = 22,4 liter. Volume 2 mol gas = 44,8 liter. Volume 3 mol gas = 67,2 liter. Dan seterusnya… ini berlaku untuk semua gas.

Kedua, jumlah molekul dalam 1 mol sama untuk semua gas. Jumlah molekul dalam 1 mol = jumlah molekul per mol = bilangan avogadro (NA). Jadi bilangan Avogadro bernilai sama untuk semua gas. Besarnya bilangan Avogadro diperoleh melalui pengukuran :

NA = 6,02 x 1023 molekul/mol = 6,02 x 1023 /mol

= 6,02 x 1026 molekul/kmol = 6,02 x 1026 /kmol

Untuk memperoleh jumlah total molekul (N), maka kita bisa mengalikan jumlah molekul per mol (NA) dengan jumlah mol (n).

hukum-gas-ideal-sKita oprek lagi persamaan Hukum Gas Ideal :

hukum-gas-ideal-tIni adalah persamaan Hukum Gas Ideal dalam bentuk jumlah molekul.

hukum-gas-ideal

Keterangan :

P = Tekanan

V = Volume

N = Jumlah total molekul

k = Konstanta Boltzmann (k = 1,38 x 10-13 J/K)

T = Suhu

Punya soal ?

Masukan saja melalui komentar, nanti gurumuda oprek… Soalnya jangan banyak2…

Berikut ini seperangkat peralatan perang dan amunisi yang mungkin dibutuhkan :

Volume

1 liter (L) = 1000 mililiter (mL) = 1000 centimeter kubik (cm3)

1 liter (L) = 1 desimeter kubik (dm3) = 1 x 10-3 m3

Tekanan

1 N/m2 = 1 Pa

1 atm = 1,013 x 105 N/m2 = 1,013 x 105 Pa = 1,013 x 102 kPa = 101,3 kPa (biasanya dipakai 101 kPa)

Pa = pascal

atm = atmosfir

BAB 10 FLUIDA

Fluida adalah sub-himpunan dari fase benda, termasuk cairan, gas, plasma, dan padat plastik.

Fluida memilik sifat tidak menolak terhadap perubahan bentuk dan kemampuan untuk mengalir (atau umumnya kemampuannya untuk mengambil bentuk dari wadah mereka). Sifat ini biasanya dikarenakan sebuah fungsi dari ketidakmampuan mereka mengadakan tegangan geser(shear stress) dalam ekuilibrium statik. Konsekuensi dari sifat ini adalah hukum Pascal yang menekankan pentingnya tekanan dalam mengkarakterisasi bentuk fluid. Dapat disimpulkan bahwa fluida adalah zat atau entitas yang terdeformasi secara berkesinambungan apabila diberi tegangan geser walau sekecil apapun tegangan geser itu.

Fluid dapat dikarakterisasikan sebagai:
Fluida Newtonian
Fluida Non-Newtonian

- bergantung dari cara "stress" bergantung ke "strain" dan turunannya.

Fluida juga dibagi menjadi cairan dan gas. Cairan membentuk permukaan bebas (yaitu, permukaan yang tidak diciptakan oleh bentuk wadahnya), sedangkan gas tidak.

BAB 9 KESETIMBANGAN

1. Keseimbangan Pertikel
Sebuah partikel atau benda titik dikatakan seimbang jika resultan gaya-gaya yang bekerja padanya sama dengan nol.
Σ F = 0
Partikel atau benda titik yang seimbang, mungkin berada dalam salah satu dari dua keadaan berikut :
Diam, disebut seimbang statis
Bergerak dengan kecepatan konstan, disebut seimbang dinamis

2. Momen Gaya (Torsi)
Momen gaya atau torsi pada sebuah benda menyebabkan benda tersebut berotasi. Ia didefinisikan sebagai berikut (momen dari gaya F terhadap poros, sumbu putar, O)
τ = F Lт atau τ = Fт L
catatan.
Momen gaya yang menyebabkan rotasi searah jarum jam diberi tanda positif.
Momen gaya yang menyebabkan rotasi berlawanan arah jarum jam diberi tanda negative.

3. Momen Kopel
Kopel adalah dua buah gaya yang sama besar, berlawanan arah, tetapi tidak segaris kerja. Kopel yang bekerja pada sebuah benda menghasilkan rotasi murni.
Momen kopel dapat dinyatakan sebagai berikut :
M = F d

4. Resultan Gaya Sejajar
Gaya-gaya sejajar mempunyai resultan gaya letak titik tangkapnya sedemikian rupa sehingga resultan momen gaya terhadap titik tersebut adalah nol.
Resultan gaya : FR = F1 + F2

5. Keseimbangan Benda Tegar
Benda yang tidak berubah bentuk ketika dipengaruhi oleh gaya dinamakan benda tegar. Benda tegar dapat bergerak translasi murni, rotasi murni, atau kombinasi keduanya. Bneda tegar dikatakan seimbang bila memenuhi syarat keseimbangan translasi dan keseimbangan rotasi, yaitu :
ΣF = 0 dan Στ = 0


6. Titik Pusat Massa dan Titik (Pusat) Berat

6.1. Titik Pusat Massa
Titik pusat massa adalah sebuah titik dimana seluruh benda dapat dipusatkan padanya. Jika resultan gaya bekerja melelui titik pusat massa, maka benda akan bergerak translasi murni.
Untuk system benda dua dimensi, letak titik pusat massa dinyatakan dengan koordinat (xpm , ypm), dengan :

Xpm = dan ypm =

6.2. Titik Pusat Berat
Titik pusat berat adalah titik tangkap gaya berat yang bekerja pada sebuah benda.
Untuk system benda dua dimensi, letak titik pusat berat dinyatakan dengan koordinat (xpb , ypb), dengan :

Xpb = dan ypb =

Letak titk pusat massa benda pada umumnya tidak sama dengan letak titik pusat berat benda.
Untuk benda yang letaknya dekat dengan permukaan bumi, dimana g dianggap konstan, letak pusat massa dan titik berat sebuah benda dapat dianggap berhimpit.

Koordinat pusat massa Sistem Partikel (benda tak kontinu) :
Xpm = =
dan
ypm = =

Absis pusat massa benda homogeny 1 dimensi :
Xpm = l = panjang

Absis pusat massa benda homogeny 2 dimensi :
Xpm = A = luas


Absis pusat massa benda homogeny 3 dimensi :
Xpm = V = volume

7. Jenis Keseimbangan
Keadaan keseimbangan suatu benda dapat digolongkan ke dalam salah satu dari 3 jenis keseimbangan berikut :
Kesimbangan Stabil
Benda di katakana dalam keseimbangan stabil bila benda diberi sedikit usikan, dan kemudian usikan dihilangkan, benda kembali ke posisi keseimbangan semula.











Keseimbangan Labil
Benda dikatakan dalam keseimbangan labil bila benda diberi sedikit usikan, dan kemudian usikan dihilangkan, benda menjauhi posisi keseimbangan semula (jatuh).











Keseimbangan Netral (Indiferen)
Benda dikatakan dalam keseimbangan netral (indiferen) bila benda diberi sedikit usikan, dan kemudian usikan dihilangkan, benda membentuk posisi keseimbangan baru di dekat posisi keseimbangan semula.

BAB 8 MOMENTUM SUDUT DAN BENDA TEGAR

1. Dinamika Gerak rotasi
1.1. Perbandingan Gerak Translasi dan Gerak RotasiNo Gerak Translasi (Gerak linier / lurus) Gerak Rotasi (Gerak anguler / melingkar)
1 Posisi x Posisi Sudut θ
2 Kecepatan v = dx/dt Kecepatan anguler ω = dθ/dt
3 Percepatan a = dv/dt Percepatan anguler α = dω/dt
4 Massa m Momen Inersia I
5 Hk. Newton II ΣF = m a Hk. Newton II Στ = I α
6 Usaha W = F s Usaha W = τ θ
7 Energy Kinetik Ek = ½ m v2 Energy Kinetik Ek = ½ I ω2
8 Daya P = F v Daya P = τ ω
9 Hub. Usaha dan Ek W = ∆ Ek Hub. Usaha dan Ek W = ∆ Ek
10 Momentum p = m v Momentum L = I ω

Gerak Translasi (Lurus)
GLB
1. ΣF = 0 → a = 0
v = konstan
s = v t
GLBB
2. ΣF ≠ 0 → a = konstan
ΣF = konstan vt = v0 + a t
s = v0 t + ½ a t2
v2 = v02 + 2 a s
s = ½ (v0 + vt) t
GLBTB
3. ΣF ≠ 0 → a ≠ konstan
ΣF ≠ konstan v =
S =

Gerak Rotasi (Melingkar)

GLB
1. Στ = 0 → α = 0
ω = konstan
θ = ω t
GMBB
2. Στ ≠ 0 → α = konstan
Στ = konstan ωt = ω0 + α t
θ = ω0 t + ½ α t2
ω2 = ω02 + 2 α θ
θ = ½ (ω0 + ωt) t
BMBTB
3. Στ ≠ 0 → α ≠ konstan
Στ ≠ konstan ω =
θ =


1.2. Momen Inersia
Jika pada gerak translasi (gerak lurus), besaran massa menyatakan ukuran kelembaman benda, maka pada gerak rotasi, besaran yang dapat dianalogikan dengan massa adalah besaran momen inersia. Momen inersia sebuah partikel dapat didefinisikan sebagai hasil kali massa partikel dengan kuadrat jarak partikel dari titik porosnya.
Momen Inersia : I = m r2
Untuk system benda yang tersusun dari massa-massa yang terpisah (diskrit) : I = Σ m r2
Untuk system benda yang merupakan massa yang kontinyu : I =
Untuk system benda dengan massa kontinyu tetapi diputar pada jarak r dari pusat massa dengan sumbu sejajar : I = Ipm + m d2 (dengan d = jarak pusat massa ke sumbu putar)

1.3. Momen Gaya (Torsi = τ)
Momen gaya adalah ukuran besar kecilnya efek putar sebuah gaya. Untuk sumbu tetap dan gaya-gaya yang tidak mempunyai komponen yang sejajar dengan sumbu tersebut.
Momen gaya : τ = r F sin α
dengan α = sudut antara r dan F

1.4. Momen Gaya dan Percepatan Anguler
Sebuah gaya F yang bekerja pada sebuah partikel m secara tangensial (menyinggung lintasan) akan memberikan percepatan tangensial aт yang memenuhi :
F = m aт
karena aт = r α, maka
F = m r α
F r = m r2 α → τ = I α
Persamaan di atas juga berlaku untuk sembarang benda tegar, asalkan momen gaya dan momen inersianya dihitung terhadap sumbu yang sama. Persamaan di atas merupakan hokum dasar untuk gerak rotasi.

2. Energi dan Usaha
2.1. Energy Kinetik Rotasi
Sebuah benda yang bergerak rotasi memiliki energy kinetic karena partikel-partikelnya bergerak terus walaupun secara keseluruhan benda tersebut tetap di tempatnya (tidak bergerak translasi).
Energy kinetic sebuah partikel dalam benda adalah : Ek = ½ m v2 = ½ m ω2 r2
Maka energy kinetic seluruh partikel benda, atau energy kinetic rotasi benda adalah : Ek = Σ ½ m v2 = ½ (Σm r2) ω2 atau Ek = ½ I ω2
2.1.1. Kombinasi Gerak Translasi dan Gerak Rotasi
Bila sebuah benda tegar bergerak melalui sebuah ruang dan pada saat yang bersamaan melakukan gerak rotasi (menggelinding), maka energy kinetic benda itu adalah total antara energy kinetic translasinya dengan energy kinetic rotasinya.
Ek = Ek translasi + Ek rotasi
Jadi, Ek = ½ m v2 + ½ I ω2
2.2. Usaha dan Gaya pada Gerak Rotasi
Usaha yang dilakukan oleh gay F pada benda adalah :
W = F s = F r θ
→ W = τ θ

Sedangkan daya :

P= W/t = Frθ/t = Fr θ/t
Jika kecepatan anguler konstan, maka

→ P = τ ω
3. Momentum Anguler
Benda-benda yang berotasi cenderung mempertahankan keadaan awalnya (tetap berputar). Sebuah gasing akan terus berputar jika tidak ada friksi yang memperlambatnya.
Jika pada gerak lurus kita mengenal momentum linier, yaitu p = m v , maka analog dengan besaran tersebut, ada besaran momentum anguler (L) yang didefinisikan sebagai :
Momentum anguler : = m x
Dengan r = vector posisi relative terhadap titik poros
harga L dapat dituliskan sebagai : L= m (r) (ω r) sin θ
L= m r2 sin θ ω
atau
L= I ω
Bila resultan momen gaya yang bekerja pada suatu system partikel adalah nol, momentum anguler total system tersebut tetap harganya (konstan);
L1 = L2
atau
I1 ω1 = I2 ω2 persamaan ini menyatakan kekekalan momentum anguler.

BAB 7 TUMBUKAN

JENIS – JENIS TUMBUKAN
Berdasarkan kelentingannya, ada 3 jenis tumbukan:
Tumbukan Lenting Sempurna Dua benda dikatakan melakukan Tumbukan lenting sempurna jika Momentum dan Energi Kinetik kedua benda sebelum tumbukan = momentum dan energi kinetik setelah tumbukan. Dengan kata lain, pada tumbukan lenting sempurna berlaku Hukum Kekekalan Momentum dan Hukum Kekekalan Energi Kinetik. Secara matematis, Hukum Kekekalan Momentum dirumuskan sebagai berikut: Keterangan : m1 = massa benda 1, m2 = massa benda 2 v1 = kecepatan benda sebelum tumbukan dan v2 = kecepatan benda 2 Sebelum tumbukan v’1 = kecepatan benda Setelah tumbukan, v’2 = kecepatan benda 2 setelah tumbukan Jika dinyatakan dalam momentum, m1v1 = momentum benda 1 sebelum tumbukan, m1v’1 = momentum benda 1 setelah tumbukan m2v2 = momentum benda 2 sebelum tumbukan, m2v’2 = momentum benda 2 setelah tumbukan Pada Tumbukan Lenting Sempurna berlaku juga Hukum Kekekalan Energi Kinetik. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : Kita telah menurunkan 2 persamaan untuk Tumbukan Lenting Sempurna, yakni persamaan Hukum Kekekalan Momentum dan Persamaan Hukum Kekekalan Energi Kinetik. Sekarang kita tulis kembali persamaan Hukum Kekekalan Momentum : Kita tulis kembali persamaan Hukum Kekekalan Energi Kinetik : Kita tulis kembali persamaan ini menjadi : Ini merupakan salah satu persamaan penting dalam Tumbukan Lenting sempurna, selain persamaan Kekekalan Momentum dan persamaan Kekekalan Energi Kinetik. Persamaan 3 menyatakan bahwa pada Tumbukan Lenting Sempurna, laju kedua benda sebelum dan setelah tumbukan sama besar tetapi berlawanan arah, berapapun massa benda tersebut. Kita tulis lagi persamaan 3 : Perbandingan negatif antara selisih kecepatan benda setelah tumbukan dengan selisih kecepatan benda sebelum tumbukan disebut sebagai koofisien elatisitas alias faktor kepegasan (dalam buku Karangan Bapak Marthen Kanginan disebut koofisien restitusi). Untuk Tumbukan Lenting Sempurna, besar koofisien elastisitas = 1. ini menunjukkan bahwa total kecepatan benda setelah tumbukan = total kecepatan benda sebelum tumbukan. Lambang koofisien elastisitas adalah e. Secara umum, nilai koofisien elastisitas dinyatakan dengan persamaan : e = koofisien elastisitas = koofisien restitusi, faktor kepegasan, angka kekenyalan, faktor keelastisitasan.
Tumbukan Lenting Sebagian Pada tumbukan lenting sebagian, Hukum Kekekalan Energi Kinetik tidak berlaku karena ada perubahan energi kinetik terjadi ketika pada saat tumbukan. Perubahan energi kinetik bisa berarti terjadi pengurangan Energi Kinetik atau penambahan energi kinetik. Pengurangan energi kinetik terjadi ketika sebagian energi kinetik awal diubah menjadi energi lain, seperti energi panas, energi bunyi dan energi potensial. Hal ini yang membuat total energi kinetik akhir lebih kecil dari total energi kinetik awal. Kebanyakan tumbukan yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam jenis ini, di mana total energi kinetik akhir lebih kecil dari total energi kinetik awal. Energi kinetik akhir total juga bisa bertambah setelah terjadi tumbukan. Suatu tumbukan lenting sebagian biasanya memiliki koofisien elastisitas (e) berkisar antara 0 sampai 1. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Bagaimana dengan Hukum Kekekalan Momentum ? Hukum Kekekalan Momentum tetap berlaku pada peristiwa tumbukan lenting sebagian, dengan anggapan bahwa tidak ada gaya luar yang bekerja pada benda-benda yang bertumbukan.
Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali Suatu tumbukan dikatakan Tumbukan Tidak Lenting sama sekali apabila dua benda yang bertumbukan bersatu alias saling menempel setelah tumbukan. Ini berarti setelah tumbukan kedua benda memiliki kecepatan yang sama. Oleh karena kedua benda menyatu, maka kecepatan kedua benda setelah tumbukan adalah sebagai sama. v1’ = v2’ = v’ Pada setiap tumbukan berlaku hukum kekekalan momentum, termasuk pada jenis tumbukan tak lenting sama sekali, yaitu: = m1v1 + m2v2 = m1v1’ + m2v2’ m1v1 + m2v2 = (m1 + m2) v’ Persamaan terakhir inilah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tumbukan tak lenting sama sekali.

BAB 6 MOMENTUM DAN IMPULS


MOMENTUM Momentum merupakan hasil perkalian antara massa dengan kecepatan suatu benda. p = mv Keterangan: p = momentum benda (kg m/s) m = massa benda (kg) v = kecepatan benda (m/s) Momentum termasuk besaran vektor. Ini berarti selain memiliki besar, momentum juga memiliki arah. Dalam hal ini, arah momentum suatu benda sama dengan arah kecepatannya. Oleh karena momentum merupakan besaran vektor, maka penjumlahan momentum juga harus menggunakan operasi vektor.
IMPULS Impuls merupakan hasil perkalian gaya dengan selang waktu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa impuls sama dengan perubahan momentum. I = F t = mv2 – mv1 = p Keterangan: I = impuls yang bekerja pada benda (Ns) F = gaya yang bekerja pada benda (N) t = selang waktu bekerjanya gaya (s) m = massa benda (kg) v1 = kecepatan benda sebelum diberi impuls (m/s) v2 = kecepatan benda setelah diberi impuls (m/s) p = perubahan momentum benda (kg m/s)
HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM Berapa pun massa dan kecepatan benda, ternyata total momentum sistem benda setelah tumbukan selalu sama dengan total momentum sistem benda sebelum tumbukan. = atau m1v1 + m2v2 = m1v1’ + m2v2’ Keterangan: = total momentum sistem sebelum tumbukan (kg m/s) = total momentum sistem setelah tumbukan (kg m/s) m1 = massa benda 1 (kg) m2 = massa benda 2 (kg) v1 = kecepatan benda 1 sebelum tumbukan (m/s) v2 = kecepatan benda 2 sebelum tumbukan (m/s) v1’ = kecepatan benda setelah momentum (m/s) v2’ = kecepatan benda setelah momentum (m/s)Persamaan ini menunjukkan adanya hukum kekekalan momentum. Hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa pada sebuah tumbukan, total momentum sistem sebelum tumbukan akan sama dengan total momentum sistem setelah tumbukan. Hal yang harus diperhatikan disini adalah bahwa hukum kekekalan momentum hanya berlaku bila sistem tidak mendapat gangguan dari luar.

BAB 5 USAHA DAN ENERGI

Dalam fisika, seseorang dikatakan melakukan usaha (kerja) jika ia memberi gaya F pada sebuah benda sehingga benda tersebut berpindah posisi sejauh s. Pada saat itu benda dikatakan mendapat usaha.
W = F x s
= (F cos ) s
W = F s cos
Keterangan:
W = usaha yang dilakukan (J)
s = perpindahan benda (m)
F = gaya yang bekerja (N)
= sudut antara gaya dengan perpindahan
1. Energi Potensial
Energi dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan melakukan usaha. Benda-benda dapat memiliki `kemampuan melakukan usaha` setelah pada benda diberikan usaha. Benda –benda ini disebut memiliki energi potensial, yaitu energi yang dimiliki benda karena kedudukan atau posisinya. Energi potensial yang akan diterangkan di sini adalah energi potensial gravitasi. Ketika sebuah benda bermassa m jatuh ke bawah, berarti padanya ada gaya sebesar mg sehingga benda berpindah sejauh h, maka usaha yang dilakukan gaya pada benda adalah :
W = F s
W = (mg) h
Dengan demikian pada ketinggian h, benda mempunyai kemampuan melakukan usaha sebesar `mgh`, atau dikatakan benda tersebut mempunyai energi potensial gravitasi sebesar :
Ep = m g h
Percepatan gravitasi (medan gravitasi) di tempat yang dekat permukaan bumi dianggap sama, g = 10 m/s2. Untuk daerah dimana percepatan gravitasi sudah berubah dengan harga cukup besar, maka benda bermassa m yang berada pada jarak r dari pusat bumi mempunyai energi potensial gravitasi :
Ep = - G
2. Energi Kinetik
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki benda yang sedang bergerak. Benda yang bermassa m dan sedang bergerak dengan kecepatan v, memiliki energi kinetik Ek sebesar :
EK = m v2

3. Energi Kinetik dan Usaha
Jika kita melakukan usaha pada suatu benda, maka artinya kita memberikan energi pada benda tersebut. Dengan demikian energi pada benda tersebut akan bertambah.
W = F s
W = (m a) s
Ingat: v22 = v12 + 2as → as = v22 - v12
W = m ( v22 - v12 )
W = m v22 -m v12
W = Ek2 – Ek1
Usaha yang diterima benda = perubahan energi kinetiknya.
W = ∆ Ek

4. Energi Mekanik
Total usaha yang bekerja pada sebuah benda dapat berupa usaha oleh gaya konservatifWk dan usaha oleh gaya nonkonservatifWnk.
Wtot = Wk +Wnk = ∆Ek
atau
−∆U +Wnk = ∆Ek (18)
Besaran energi potensial ditambah energi kinetik disebut sebagai energi mekanik
Em = U + Ek, sehingga kita dapatkan ∆Em = ∆(U + Ek) = Wnk
Perubahan energi mekanik pada suatu benda sama dengan usaha yang dilakukan oleh gaya nonkonservatif pada benda tersebut. Untuk kasus di mana hanya ada gaya konservatif yang bekerja pada suatu benda, maka perubahan energi mekanik benda sama dengan nol, dan energi mekaniknya tetap.



5. Hukum Kekekalan Energi Mekanik
Jumlah energi potensial dengan energi kinetik disebut dengan energi mekanik.
Ep1 + Ek1 = Ep2 + Ek2
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa selama benda bergerak, energi mekanik (Em) yang dimiliki benda tidak berubah (tetap).
Em = Ep + Ek
Inilah yang disebut dengan hukum kekekalan energi mekanik. Hukum kekekalan energi mekanik ini berlaku umum selama tidak ada gaya luar yang bekerja pada benda.
Em = konstan

BAB 4 GERAK HARMONIK SEDERHANA

1. PENGERTIAN
Gerak Harmonik Sederhana (GHS) adalah gerak periodik dengan lintasan yang ditempuh selalu sama (tetap). Gerak Harmonik Sederhana mempunyai persamaan gerak dalam bentuk sinusoidal dan digunakan untuk menganalisis suatu gerak periodik tertentu. Gerak periodik adalah gerak berulang atau berosilasi melalui titik setimbang dalam interval waktu tetap. Gerak Harmonik Sederhana dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
 Gerak Harmonik Sederhana (GHS) Linier, misalnya penghisap dalam silinder gas, gerak osilasi air raksa / air dalam pipa U, gerak horizontal / vertikal dari pegas, dan sebagainya.
 Gerak Harmonik Sederhana (GHS) Angular, misalnya gerak bandul/ bandul fisis, osilasi ayunan torsi, dan sebagainya.

Beberapa Contoh Gerak Harmonik:
 Gerak harmonik pada bandul: Sebuah bandul adalah massa (m) yang digantungkan pada salah satu ujung tali dengan panjang l dan membuat simpangan dengan sudut kecil. Gaya yang menyebabkan bandul ke posisi kesetimbangan dinamakan gaya pemulih yaitu dan panjang busur adalah Kesetimbangan gayanya. Bila amplitudo getaran tidak kecil namun tidak harmonik sederhana sehingga periode mengalami ketergantungan pada amplitudo dan dinyatakan dalam amplitudo sudut
 Gerak harmonik pada pegas: Sistem pegas adalah sebuah pegas dengan konstanta pegas (k) dan diberi massa pada ujungnya dan diberi simpangan sehingga membentuk gerak harmonik. Gaya yang berpengaruh pada sistem pegas adalah gaya Hooke.

 Gerak Harmonik Teredam
Secara umum gerak osilasi sebenarnya teredam. Energi mekanik terdisipasi (berkurang) karena adanya gaya gesek. Maka jika dibiarkan, osilasi akan berhenti, yang artinya GHS-nya teredam. Gaya gesekan biasanya dinyatakan sebagai arah berlawanan dan b adalah konstanta menyatakan besarnya redaman. dimana = amplitudo dan = frekuensi angular pada GHS teredam.

2. SIMPANGAN GETAR
Simpangan getaran didefinisikan sebagai jarak benda yang bergetar ke titik keseimbangan. Karena posisi benda yang bergetar selalu berubah, maka simpangan getaran juga akan berubah mengikuti posisi benda.
Y = A sin (m) atau y = A sin w.t atau y = A sin 2 ft
Keterangan:
Y = simpangan getar (m)
A = amplitudo (m)
= sudut getar ( )
= frekuensi (Hz)
3. KECEPATAN GETAR
Kecepatan getar = kecepatan cos (meter / detik)
Vy = v cos

4. PERCEPATAN GETAR
Percepatan getar = percepatan sin (ms-2)
ay = a sin

5. ENERGI POTENSIAL GETAR
Ep = ½ ky2

6. ENERGI KINETIK GETAR
Ek = ½ mv2

7. ENERGI MEKANIK GETAR
Em = Ek + Ep

BAB 3 ELASTISITAS

Elastis atau elastsisitas adalah kemampuan sebuah benda untuk kembali ke bentuk awalnya ketika gaya luar yang diberikan pada benda tersebut dihilangkan. Jika sebuah gaya diberikan pada sebuah benda yang elastis, maka bentuk benda tersebut berubah. Untuk pegas dan karet, yang dimaksudkan dengan perubahan bentuk adalah pertambahan panjang. Benda-benda elastis juga memiliki batas elastisitas. Ada 2 macam benda yaitu: benda elastis dan benda plastis (tak elastis).
1. HUKUM HOOKE
Pertambahan panjang yang timbul berbanding lurus dengan gaya tarik yang diberikan. Hal ini pertama kali diselidiki pada abad 17 oleh seorang arsitek berkebangsaan Inggris yang bernama Robert Hooke. Hooke menyelidiki hubungan antara gaya tarik yang diberikan pada sebuah pegas dengan pertambahan panjang pegas tersebut.
Hooke menemukan bahwa pertambahan panjang pegas yang timbul berbanding lurus dengan gaya yang diberikan.
F x
Lebih jauh lagi, Hooke juga menemukan bahwa pertambahan panjang pegas sangat bergantung pada karakteristik dari pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti karet gelang akan mengalami pertambahan panjang yang besar meskipun gaya yang diberikan kecil. Sebaliknya pegas yang sangat sulit teregang seperti pegas baja akan mengalami pertambahan panjang yang sedikit saja meskipun diberi gaya yang besar. Karakteristik yang dimiliki masing-masing pegas ini dinyatakan sebagai tetapan gaya dari pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti karet gelang memiliki tetapan gaya yang kecil. Sebaliknya pegas yang sulit teregang seperti pegas baja memiliki tetapan gaya yang besar. Secara umum apa yang ditemukan Hooke bisa dinyatakan sebagai berikut:
F = k. x
Keterangan:
F = gaya yang diberikan pada pegas (N)
k = tetapan gaya pegas (N/m)
x = pertambahan panjang pegas (m)
2. ENERGI POTENSIAL PEGAS
Besar energi potensial sebuah pegas dapat dihitung dari grafik hubungan gaya yang bekerja pada pegas dengan pertambahan panjang pegas tersebut.
Ep = ½ F . x
= ½ (k . x) . x


Keterangan:
Ep = energi potensial pegas (joule)
k = tetapan gaya pegas (N/m)
x = pertambahan panjang pegas (m)

3. Modulus ElastisitasYang dimaksud dengan Mosdulus Elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan. Modulus ini dapat disebut dengan sebutan Modulus Young.
Tegangan (Stress)
Tegangan adalah gaya per satuan luas penampang. Satuan tegangan adalah N/m2 Secara matematis dapat dituliskan:

Regangan (Strain)
Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang suatu batang terhadap panjang awal mulanya bila batang itu diberi gaya. Secara matematis dapat dituliskan:


Dari kedua persamaan di atas dan pengertian modulus elastisitas, kita dapat mencari persamaan untuk menghitung besarnya modulus elastisitas, yang tidak lain adalah:

Satuan untuk modulus elastisitas adalah N/m2


4. RANGKAIAN PEGAS
Suatu rangakaian pegas pada dasarnya tersusun dari susunan seri dan / atau susunan paralel.
1) Susunan Seri
Saat pegas dirangkai seri, gaya tarik yang dialami tiap pegas sama besarnya dan gaya tarik ini = gaya tarik yang dialami pegas pengganti ( F1 = F2 = ....Fn). Pertambahan panjang pegas pengganti seri = total pertambahan panjang tiap – tiap pegas ( = x1 + x2 + ..... xn) maka nilai konstanta pengganti = total dari kebalikan tiap – tiap tetapan pegas ( 1/ks = 1/k1 + 1/k2 + ....1/kn ).
2) Susunan Paralel
Saat pegas dirangkai paralel, gaya tarik pada pegas pengganti F = total gaya tarik pada tiap pegas ( F = F1 + F2 + ....F ). Pertambahan panjang tiap pegas sama besarnya ( xtotal = x1 + x2 + ..... xn ) maka nilai konstanta pengganti = total dari tetapan tiap – tiap pegas (kp = k1 + k2 + .... kn).
5. Gerak Benda di Bawah Pengaruh Gaya PegasBila suatu benda yang digantungkan pada pegas ditarik sejauh x meter dan kemudian dilepas, maka benda akan bergetar. Percepatan getarnya itu dapat dihitung dengan persamaan: Dari persamaan di atas, kita mengetahui bahwa besarnya percepatan getar (a) sebanding dan berlawanan arah dengan simpangan (x)

BAB 2 HUKUM GRAVITASI NEWTON

Selain mengembangkan tiga hukum tentang Gerak (Hukum I Newton, Hukum II Newton dan Hukum III Newton), eyang Newton juga menyelidiki gerakan planet-planet dan bulan. Ia selalu bertanya mengapa bulan selalu berada dalam orbitnya yang hampir berupa lingkaran ketika mengitari bumi. Selain itu, ia juga selalu mempersoalkan mengapa benda-benda selalu jatuh menuju permukaan bumi. Wililiam Stukeley, teman eyang Newton ketika masih muda, menulis bahwa ketika mereka sedang duduk minum teh di bawah pohoh apel, eyang Newton yang waktu itu masih muda dan cakep, melihat sebuah apel jatuh dari pohonnya. Dikatakan bahwa eyang Newton mendapat ilham dari jatuhnya buah apel. Menurutnya, jika gravitasi bekerja di puncak pohon apel, bahkan di puncak gunung, maka mungkin saja gravitasi bekerja sampai ke bulan. Dengan penalaran bahwa gravitasi bumi yang menahan bulan pada orbitnya, eyang Newton mengembangkan teori gravitasi yang sekarang diwariskan kepada kita.

Perlu diketahui bahwa persoalan yang dipikirkan eyang Newton ini telah ada sejak zaman yunani kuno. Ada dua persoalan dasar yang telah diselidiki oleh orang yunani, jauh sebelum eyang Newton lahir. Persoalan yang selalu dipertanyakan adalah mengapa benda-benda selalu jatuh ke permukaan bumi dan bagaimana gerakan planet-planet, termasuk matahari dan bulan (matahari dan bulan pada waktu itu digolongkan menjadi planet-planet). Orang-orang Yunani pada waktu itu melihat kedua persoalan di atas (benda yang jatuh dan gerakan planet) sebagai dua hal yang berbeda. Demikian hal itu berlanjut hingga zaman eyang Newton. Jadi apa yang dihasilkan oleh eyang dibangun di atas hasil karya orang-orang sebelum dirinya. Yang membedakan eyang Newton dan orang-orang sebelumnya adalah bahwa eyang memandang kedua persoalan dasar di atas (gerak jatuh benda dan gerakan planet) disebabkan oleh satu hal saja dan pasti mematuhi hukum yang sama. Pada abad ke-17, eyang menemukan bahwa ada interaksi yang sama yang menjadi penyebab jatuhnya buah apel dari pohon dan membuat planet tetap berada pada orbitnya ketika mengelilingi matahari. Demikian juga bulan, satu-satunya satelit alam kesayangan bumi tetap berada pada orbitnya.

Mari kita belajar hukum dasar cetusan eyang Newton yang kini diwariskan kepada kita. Hukum dasar inilah yang menentukan interaksi gravitasi. Ingat bahwa hukum ini bersifat universal alias umum; gravitasi bekerja dengan cara yang sama, baik antara diri kita dengan bumi, antara bumi dengan buah mangga yang lezat ketika jatuh, antara bumi dengan pesawat yang jatuh ;) , antara planet dengan satelit dan antara matahari dengan planet-planetnya dalam sistem tatasurya.

Tahukah anda, bahkan gagasan eyang Newton mengenai gravitasi pada mulanya dibantai habisan-habisan oleh banyak ilmuwan yang bertentangan dengan gagasannya ? Pada waktu itu, banyak ilmuwan yang mungkin saking kebingungan sulit menerima gagasan eyang Newton mengenai gaya gravitasi. Gaya gravitasi termasuk gaya tak sentuh, di mana bekerja antara dua benda yang berjauhan alias tidak ada kontak antara benda-benda tersebut. Gaya-gaya yang umumnya dikenal adalah gaya-gaya yang bekerja karena adanya kontak; gerobak sampah bergerak karena kita memberikan gaya dorong, bola bergerak karena ditendang, sedangkan gravitasi, bisa bekerja tanpa sentuhan ? aneh… eyang Newton mengatakan kepada mereka bahwa ketika apel jatuh, bumi memberikan gaya kepadanya sehingga apel tersebut jatuh, demikian juga bumi mempertahankan bulan tetap pada orbitnya dengan gaya gravitasi, meskipun tidak ada kontak dan letak bumi dan bulan berjauhan. Akhirnya, perlahan-lahan sambil bersungut-sungut mereka mulai merestui dan mendukung dengan penuh semangat Hukum Gravitasi yang dicetuskan oleh Newton

HUKUM GRAVITASI NEWTON

Sebelum mencetuskan Hukum Gravitasi Universal, eyang Newton telah melakukan perhitungan untuk menentukan besar gaya gravitasi yang diberikan bumi pada bulan sebagaimana besar gaya gravitasi bumi yang bekerja pada benda-benda di permukaan bumi. Sebagaimana yang kita ketahui, besar percepatan gravitasi di bumi adalah 9,8 m/s2. Jika gaya gravitasi bumi mempercepat benda di bumi dengan percepatan 9,8 m/s2, berapakah percepatan di bulan ? karena bulan bergerak melingkar beraturan (gerakan melingkar bulan hampir beraturan), maka percepatan sentripetal bulan dihitung menggunakan rumus percepatan sentripetal Gerak melingkar beraturan.

Diketahui orbit bulan yang hampir bulat mempunyai jari-jari sekitar 384.000 km dan periode (waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu putaran) adalah 27,3 hari. Dengan demikian, percepatan bulan terhadap bumi adalah

Jadi percepatan gravitasi bulan terhadap bumi 3600 kali lebih kecil dibandingkan dengan percepatan gravitasi bumi terhadap benda-benda di permukaan bumi. Bulan berjarak 384.000 km dari bumi. Jarak bulan dengan bumi ini sama dengan 60 kali jari-jari bumi (jari-jari bumi = 6380 km). Jika jarak bulan dari bumi (60 kali jari-jari bumi) dikuadratkan, maka hasilnya sama dengan 3600 (60 x 60 = 602 = 3600). Angka 3600 yang diperoleh dengan mengkuadratkan 60 hasilnya sama dengan Percepatan bulan terhadap bumi, sebagaimana hasil yang diperoleh melalui perhitungan.

Berdasarkan perhitungan ini, eyang newton menyimpulkan bahwa besar gaya gravitasi yang diberikan oleh bumi pada setiap benda semakin berkurang terhadap kuadrat jaraknya (r) dari pusat bumi. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Selain faktor jarak, Eyang Newton juga menyadari bahwa gaya gravitasi juga bergantung pada massa benda. Pada Hukum III Newton kita belajar bahwa jika ada gaya aksi maka ada gaya reaksi. Ketika bumi memberikan gaya aksi berupa gaya gravitasi kepada benda lain, maka benda tersebut memberikan gaya reaksi yang sama besar tetapi berlawanan arah terhadap bumi. Karena besarnya gaya aksi dan reaksi sama, maka besar gaya gravitasi juga harus sebanding dengan massa dua benda yang berinteraksi. Berdasarkan penalaran ini, eyang Newton menyatakan hubungan antara massa dan gaya gravitasi. Secara matematis ditulis sbb :

MB adalah massa bumi, Mb adalah massa benda lain dan r adalah jarak antara pusat bumi dan pusat benda lain.

Setelah membuat penalaran mengenai hubungan antara besar gaya gravitasi dengan massa dan jarak, eyang Newton membuat penalaran baru berkaitan dengan gerakan planet yang selalu berada pada orbitnya ketika mengitari matahari. Eyang menyatakan bahwa jika planet-planet selalu berada pada orbitnya, maka pasti ada gaya gravitasi yang bekerja antara matahari dan planet serta gaya gravitasi antara planet, sehingga benda langit tersebut tetap berada pada orbitnya masing-masing. Luar biasa pemikiran eyang Newton ini. Tidak puas dengan penalarannya di atas, ia menyatakan bahwa jika gaya gravitasi bekerja antara bumi dan benda-benda di permukaan bumi, serta antara matahari dan planet-planet maka mengapa gaya gravitasi tidak bekerja pada semua benda ?

Akhirnya, setelah bertele-tele dan terseok-seok, kita tiba pada inti pembahasan panjang lebar ini. Eyang Newton pun mencetuskan Hukum Gravitasi Universal dan mengumumkannya pada tahun 1687, hukum yang sangat terkenal dan berlaku baik di indonesia, amerika atau afrika bahkan di seluruh penjuru alam semesta. Hukum gravitasi Universal itu berbunyi demikian :

Semua benda di alam semesta menarik semua benda lain dengan gaya sebanding dengan hasil kali massa benda-benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara benda-benda tersebut.

Secara matematis, besar gaya gravitasi antara partikel dapat ditulis sbb :

Fg adalah besar gaya gravitasi pada salah satu partikel, m1 dan m2 adalah massa kedua partikel, r adalah jarak antara kedua partikel.

G adalah konstanta universal yang diperoleh dari hasil pengukuran secara eksperimen. 100 tahun setelah eyang Newton mencetuskan hukum Gravitasi Universal, pada tahun 1978, Henry Cavendish berhasil mengukur gaya yang sangat kecil antara dua benda, mirip seperti dua bola. Melalui pengukuran tersebut, Henry membuktikan dengan sangat tepat persamaan Hukum Gravitasi Universal di atas. Perbaikan penting dibuat oleh Poyting dan Boys pada abad kesembilan belas. Nilai G yang diakui sekarang = 6,67 x 10-11 Nm2/kg2

Contoh soal 1 :

Seorang guru fisika sedang duduk di depan kelas dan seorang murid sedang duduk di bagian belakang ruangan kelas. Massa guru tersebut adalah 60 kg dan massa siswa 70 kg (siswa gendut). Jika pusat mereka (yang dimakudkan di sini bukan pusat yang terletak di depan perut manusia) berjarak 10 meter, berapa besar gaya gravitasi yang diberikan oleh guru dan murid satu sama lain ?

Panduan jawaban :

Gampang, tinggal dimasukkan aja nilai-nilai telah diketahui ke dalam persamaan Hukum Newton tentang Gravitasi

Ya, gayanya sangat kecil…

Contoh soal 2 :

Diketahui massa bulan 7,35 x 1022 kg, massa bumi 5,98 x 1024 kg dan massa matahari adalah 1,99 x 1030 kg. Hitunglah gaya total di bulan yang disebabkan oleh gaya gravitasi bumi dan matahari. Anggap saja posisi bulan, bumi dan matahari membentuk segitiga siku-siku. Oya, jarak bumi-bulan 3,84 x 108 m dan jarak matahari-bulan 1,50 x 108 km (1,50 x 1011 m).

Keterangan Gambar :

b = bulan, B = bumi dan M = matahari

Panduan jawaban :

Gaya total yang bekerja pada bulan akibat gravitasi matahari dan bumi kita hitung menggunakan vektor. Sebelumnya, terlebih dahulu kita hitung besar gaya gravitasi antara bumi-bulan dan matahari-bulan.

Besar gaya gravitasi antara bumi-bulan :

Besar gaya gravitasi antara matahari-bulan.

Besar gaya total yang dialami bulan dapat dihitung sebagai berikut :

Gaya total yang dimaksud di sini tidak sama dengan gaya total pada Hukum II Newton. Hukum gravitasi berbeda dengan Hukum II Newton. Hukum Gravitasi menjelaskan gaya gravitasi dan besarnya yang selalu berbeda tergantung dari jarak dan massa benda yang terlibat. Hukum II Newton menghubungkan gaya total yang bekerja pada sebuah benda dengan massa dan percepatan benda tersebut. Dipahami ya perbedaannya….

Kuat Medan Gravitasi dan Percepatan Gravitasi

Pada pembahasan mengenai Hukum Newton tentang Gravitasi, kita telah meninjau gaya gravitasi sebagai interaksi gaya antara dua atau lebih partikel bermassa. Partikel-partikel tersebut dapat saling berinteraksi walaupun tidak bersentuhan. Pandangan lain mengenai gravitasi adalah konsep medan, di mana sebuah benda bermassa mengubah ruang di sekitarnya dan menimbulkan medan gravitasi. Medan ini bekerja pada semua partikel bermassa yang berada di dalam medan tersebut dengan menimbulkan gaya tarik gravitasi. Jika sebuah benda berada di dekat bumi, maka terdapat sebuah gaya yang dikerjakan pada benda tersebut. Gaya ini mempunyai besar dan arah di setiap titik pada ruang di sekitar bumi. Arahnya menuju pusat bumi dan besarnya adalah mg.

Jadi jika sebuah benda terletak di setiap titik di dekat bumi, maka pada benda tersebut bekerja sebuah vektor g yang sama dengan percepatan yang akan dialami apabila benda itu dilepaskan. Vektor g tersebut dinamakan kekuatan medan gravitasi. Secara matematis, besar g dinyatakan sebagai berikut :

Berdasarkan persamaan di atas, kita dapat mengatakan bahwa kekuatan medan gravitasi di setiap titik merupakan gaya gravitasi yang bekerja pada setiap satuan massa di titik tersebut.

Gravitasi di Sekitar Permukaan Bumi

Pada awal tulisan ini, kita telah mempelajari Hukum gravitasi Newton dan menurunkan persamaan gravitasi Universal. Sekarang kita mencoba menerapkannya pada gaya gravitasi antara bumi dan benda-benda yang terletak di permukaannya. Kita tulis kembali persamaan gravitasi universal untuk membantu kita dalam menganalisis :

Untuk persoalan gravitasi yang bekerja antara bumi dan benda-benda yang terletak di permukaan bumi, m1 pada persamaan di atas adalah massa bumi (mB), m2 adalah massa benda (m), dan r adalah jarak benda dari permukaan bumi, yang merupakan jari-jari bumi (rB). Gaya gravitasi yang bekerja pada bumi merupakan berat benda, mg. Dengan demikian, persamaan di atas kita ubah menjadi :

Berdasarkan persamaan ini, dapat diketahui bahwa percepatan gravitasi pada permukaan bumi alias g ditentukan oleh massa bumi (mB) dan jari-jari bumi (rB)

G dan g merupkan dua hal yang berbeda. g adalah percepatan gravitasi, sedangkan G adalah konstanta universal yang diperoleh dari hasil pengukuran. Setelah G ditemukan, manusia baru bisa mengetahui massa bumi lewat perhitungan menggunakan persamaan ini. Hal ini bisa dilakukan karena telah diketahui konstanta universal, percepatan gravitasi dan jari-jari bumi.

Ini adalah persamaan percepatan gravitasi efektiv. Jika ditanyakan percepatan gravitasi pada ketinggian tertentu di dekat permukaan bumi, maka kita dapat menggunakan persamaan ini. Jika kita menghitung berat benda yang terletak di permukaan bumi, kita menggunakan mg.

Gaya gesek

Gaya gesek adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau arah kecenderungan benda akan bergerak. Gaya gesek muncul apabila dua buah benda bersentuhan. Benda-benda yang dimaksud di sini tidak harus berbentuk padat, melainkan dapat pula berbentuk cair, ataupun gas. Gaya gesek antara dua buah benda padat misalnya adalah gaya gesek statis dan kinetis, sedangkan gaya antara benda padat dan cairan serta gas adalah gaya Stokes.

Secara umum gaya gesek dapat dituliskan sebagai suatu ekspansi deret, yaitu

\vec{f} = - b_0 \frac{\vec{v}}{|\vec{v}|} - b_1 v \frac{\vec{v}}{|\vec{v}|} - b_2 v^2 \frac{\vec{v}}{|\vec{v}|} - ..,

di mana suku pertama adalah gaya gesek yang dikenal sebagai gaya gesek statis dan kinetis, sedangkan suku kedua dan ketiga adalah gaya gesek pada benda dalam fluida.

Gaya gesek dapat merugikan atau bermanfaat. Panas pada poros yang berputar, engsel pintu yang berderit, dan sepatu yang aus adalah contoh kerugian yang disebabkan oleh gaya gesek. Akan tetapi tanpa gaya gesek manusia tidak dapat berpindah tempat karena gerakan kakinya hanya akan menggelincir di atas lantai. Tanpa adanya gaya gesek antara ban mobil dengan jalan, mobil hanya akan slip dan tidak membuat mobil dapat bergerak. Tanpa adanya gaya gesek juga tidak dapat tercipta parasut.
Asal gaya gesek

Gaya gesek merupakan akumulasi interaksi mikro antar kedua permukaan yang saling bersentuhan. Gaya-gaya yang bekerja antara lain adalah gaya elektrostatik pada masing-masing permukaan. Dulu diyakini bahwa permukaan yang halus akan menyebabkan gaya gesek (atau tepatnya koefisien gaya gesek) menjadi lebih kecil nilainya dibandingkan dengan permukaan yang kasar, akan tetapi dewasa ini tidak lagi demikian. Konstruksi mikro (nano tepatnya) pada permukaan benda dapat menyebabkan gesekan menjadi minimum, bahkan cairan tidak lagi dapat membasahinya (efek lotus).
Jenis-jenis gaya gesek

Terdapat dua jenis gaya gesek antara dua buah benda yang padat saling bergerak lurus, yaitu gaya gesek statis dan gaya gesek kinetis, yang dibedakan antara titik-titik sentuh antara kedua permukaan yang tetap atau saling berganti (menggeser). Untuk benda yang dapat menggelinding, terdapat pula jenis gaya gesek lain yang disebut gaya gesek menggelinding (rolling friction). Untuk benda yang berputar tegak lurus pada permukaan atau ber-spin, terdapat pula gaya gesek spin (spin friction). Gaya gesek antara benda padat dan fluida disebut sebagai gaya Stokes atau gaya viskos (viscous force).

HUKUM NEWTON I

HUKUM NEWTON I disebut juga hukum kelembaman (Inersia).
Sifat lembam benda adalah sifat mempertahankan keadaannya, yaitu keadaan tetap diam atau keaduan tetap bergerak beraturan.

DEFINISI HUKUM NEWTON I :
Setiap benda akan tetap bergerak lurus beraturan atau tetap dalam keadaan diam jika tidak ada resultan
gaya (F) yang bekerja pada benda itu, jadi:

S F = 0 a = 0 karena v=0 (diam), atau v= konstan (GLB)

HUKUM NEWTON II

a = F/m

S F = m a

S F = jumlah gaya-gaya pada benda
m = massa benda
a = percepatan benda

Rumus ini sangat penting karena pada hampir semna persoalan gerak {mendatar/translasi (GLBB) dan melingkar (GMB/GMBB)} yang berhubungan dengan percepatan den massa benda dapat diselesaikan dengan rumus tersebut.

HUKUM NEWTON III

DEFINISI HUKUM NEWTON III:

Jika suatu benda mengerjakan gaya pada benda kedua maka benda kedua tersebut mengerjakan juga gaya pada benda pertama, yang besar gayanya = gaya yang diterima tetapi berlawanan arah. Perlu diperhatikan bahwa kedua gaya tersebut harus bekerja pada dua benda yang berlainan.
F aksi = - F reaksi


N dan T1 = aksi reaksi (bekerja pada dua benda)

T2 dan W = bukan aksi reaksi (bekerja pada tiga benda)

Vektor satuan

Vektor satuan adalah suatu vektor yang ternormalisasi, yang berarti panjangnya bernilai 1. Umumnya dituliskan dalam menggunakan topi (bahasa Inggris: Hat), sehingga: {\hat{u}} dibaca "u-topi" ('u-hat').

Suatu vektor ternormalisasi {\hat{u}} dari suatu vektor u bernilai tidak nol, adalah suatu vektor yang berarah sama dengan u, yaitu:

\mathbf{\hat{u}} = \frac{\mathbf{u}}{\|\mathbf{u}\|},

di mana ||u|| adalah norma (atau panjang atau besar) dari u. Isitilah vektor ternormalisasi kadang-kadang digunakan sebagai sinonim dari vektor satuan. Dalam gaya penulisan yang lain (tidak menggunakan huruf tebal) adalah dengan menggunakan panah di atas suatu variabel, yaitu

\hat{u} = \frac{\vec{u}}{\|\vec{u}\|} = \frac{\vec{u}}{u}.

Di sini \!\vec{u} adalah vektor yang dmaksud dan \! u adalah besarnya.

Gerak Melingkar Berubah Beraturan

Adalah gerak suatu benda dengan bentuk lintasan melingkar dan besar percepatan sudut/anguler (α) konstan.
Jika perecepatan anguler benda searah dengan perubahan kecepatan anguler maka perputaran benda semakin cepat, dan dikatakan GMBB dipercepat. Sebaliknya jika percepatan anguler berlawanan arah dengan perubahan kecepatan anguler benda akan semakin lambat, dan dikatakan GMBB diperlambat.


1. Percepatan Anguler (α)

Sebuah benda bergerak melingkar dengan laju anguler berubah beraturan memiliki perubahan kecepatan angulernya adalah :

Δω = ω2 – ω1

Dan perubahan waktu kecepatan anguler adalah Δt, maka di dapatkan :

∆ω = perubahan kecepatan sudut (rad/s)
∆t = selang waktu (s)
α = percepatan sudut/anguler (rads-2)


Sama halnya dengan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB), pada GMBB berlaku juga :
- Mencari kecepatan sudut akhir (ωt) :

ωt = ω0 ± α.t

- Mencari posisi sudut / besar sudut (θ) yang ditempuh:

θ= ω0 t ± α.t2

x = R. θ

Dapat diperoleh juga :

ωt2 = ω02 ± 2 α.θ

dimana :

ωt = kecepatan sudut/anguler keadaan akhir(rad/s)
ω0 = kecepatan sudut/anguler keadaan awal (rad/s)
θ = besar sudut yang ditempuh (radian, putaran)
1 rpm = 1 putaran permenit
1 putaran = 360° = 2p rad.
x = perpindahan linier (m)
t = waktu yang diperlukan (s)
R = jari-jari lintasan (m)


2. Percepatan Tangensial (at)

Pada gerak melingkar berubah beraturan selain percepatan sentripetal (as) juga mempunyai percepatan tangensial (at).

Percepatan Tangensial (at) diperoleh :


maka : at = . R dengan arah menyinggung lintasan.

Partikel P memiliki komponen Percepatan :

a = at + as , dimana at tegak lurus as ( as at )

Besar Percepatan Linier Total partikel titik P :

at = percepatan tangensial (ms-2)
as = percepatan sentripetal (ms-2)
a = percepatan total (ms-2)

Jika as = dan maka didapat :

Percepatan total (a) :

dimana

V = kelajuan linier (m/s)
R = jari-jari lintasan (m)
= percepatan sudut (rad s-2)

Semua benda bergerak melingkar selalu memiliki percepatan sentripetal, tetapi belum tentu memiliki percepatan tangensial.

Percepatan tangensial hanya dimiliki bila benda bergerak melingkar dan mengalami perubahan kelajuan linier.

Benda yang bergerak melingkar dengan kelajuan linier tetap hanya memiliki percepatan sentripetal, tetapi tidak mempunyai percepatan tangensial (at = 0 ).

Contoh soal Konsep Gerak Melingkar Berubah Beraturan:
Sebuah roda mobil sedang berputar dengan kecepatan sudut 8,6 rad/s. Suatu gesekan kecil pada poros putaran menyebabkan suatu perlambatan sudut tetap sehingga akhirnya berhenti dalam waktu 192 s. Tentukan :

1. Percepatan sudut
2. Jarak yang telah ditempuh roda dari mulai bergerak sampai berhenti (jari-jari roda 20 cm)

Pembahasan :

Diketahui : ω0= 8,6 rad/s

ωt = 0 rad/s

t = 192 s
R = 10cm= 0,1 m

Ditanya : a.
b. x

Jawab :

a.

= - 0,045 rads-2

b.

= (8,6).(192) + (-0,045).(192)2

= 826 rad

x = R.θ

= (0,1m),(826)

= 82,6 m

Ayunan Konis
Ayunan Konis (Ayunan Kerucut) adalah putaran sebuah benda yang diikat pada seutas tali yang panjangnya L ujung atas tali diikat pada satu titik tetap dan benda diputar mengitari permukaan membentuk kerucut.

Gaya yang bekerja adalah Tx sebagai gaya sentripetal yang menyebabkan benda bergerak melingkar beraturan pada bidang horizontal.
Tx = Fs

Pada Sumbu Y :
Benda tidak bergerak,maka sesuai hukum I Newton.
Fy = 0
Tcosθ – mg = 0
T cos θ = mg ....... (2)
Dari pers (1) dan (2) diperoleh :

dimana

V = kelajuan ayunan(m/s)
g = percepatan gravitasi (ms-2)
R = jari-jari (m)
θ = besar sudut putar(rad)

Contoh soal Ayunan Konis/kerucut:
Seutas tali dengan panjang 1 m, ujung atasnya dipegang dan ujung bawah dikaitkan ke benda bermassa 100 g.Kemudian tali diputar sehingga benda bergerak melingkar horisontal dengan jari-jari lingkaran 0,5 m. Hitunglah :
a. besar tegangan tali
b. kelajuan linier benda

Pembahasan :

Diketahui : L =1 m
R = 0,5 m
m = 100g = 0,1 kg

Ditanya :
a. T
b. V

Jawab :

(a) (b) (c)



Berdasarkan gambar (b) : tan θ = = 0,58 , cos θ =
a. Ty = mg .

T cos θ = (0,1).(10)
T = N

b.
= 1,70 m/s


Gerak Melingkar Berubah Beraturan

Adalah gerak suatu benda dengan bentuk lintasan melingkar dan besar percepatan sudut/anguler (α) konstan.
Jika perecepatan anguler benda searah dengan perubahan kecepatan anguler maka perputaran benda semakin cepat, dan dikatakan GMBB dipercepat. Sebaliknya jika percepatan anguler berlawanan arah dengan perubahan kecepatan anguler benda akan semakin lambat, dan dikatakan GMBB diperlambat.


1. Percepatan Anguler (α)

Sebuah benda bergerak melingkar dengan laju anguler berubah beraturan memiliki perubahan kecepatan angulernya adalah :

Δω = ω2 – ω1

Dan perubahan waktu kecepatan anguler adalah Δt, maka di dapatkan :

∆ω = perubahan kecepatan sudut (rad/s)
∆t = selang waktu (s)
α = percepatan sudut/anguler (rads-2)


Sama halnya dengan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB), pada GMBB berlaku juga :
- Mencari kecepatan sudut akhir (ωt) :

ωt = ω0 ± α.t

- Mencari posisi sudut / besar sudut (θ) yang ditempuh:

θ= ω0 t ± α.t2

x = R. θ

Dapat diperoleh juga :

ωt2 = ω02 ± 2 α.θ

dimana :

ωt = kecepatan sudut/anguler keadaan akhir(rad/s)
ω0 = kecepatan sudut/anguler keadaan awal (rad/s)
θ = besar sudut yang ditempuh (radian, putaran)
1 rpm = 1 putaran permenit
1 putaran = 360° = 2p rad.
x = perpindahan linier (m)
t = waktu yang diperlukan (s)
R = jari-jari lintasan (m)


2. Percepatan Tangensial (at)

Pada gerak melingkar berubah beraturan selain percepatan sentripetal (as) juga mempunyai percepatan tangensial (at).

Percepatan Tangensial (at) diperoleh :


maka : at = . R dengan arah menyinggung lintasan.

Partikel P memiliki komponen Percepatan :

a = at + as , dimana at tegak lurus as ( as at )

Besar Percepatan Linier Total partikel titik P :

at = percepatan tangensial (ms-2)
as = percepatan sentripetal (ms-2)
a = percepatan total (ms-2)

Jika as = dan maka didapat :

Percepatan total (a) :

dimana

V = kelajuan linier (m/s)
R = jari-jari lintasan (m)
= percepatan sudut (rad s-2)

Semua benda bergerak melingkar selalu memiliki percepatan sentripetal, tetapi belum tentu memiliki percepatan tangensial.

Percepatan tangensial hanya dimiliki bila benda bergerak melingkar dan mengalami perubahan kelajuan linier.

Benda yang bergerak melingkar dengan kelajuan linier tetap hanya memiliki percepatan sentripetal, tetapi tidak mempunyai percepatan tangensial (at = 0 ).

Contoh soal Konsep Gerak Melingkar Berubah Beraturan:
Sebuah roda mobil sedang berputar dengan kecepatan sudut 8,6 rad/s. Suatu gesekan kecil pada poros putaran menyebabkan suatu perlambatan sudut tetap sehingga akhirnya berhenti dalam waktu 192 s. Tentukan :

1. Percepatan sudut
2. Jarak yang telah ditempuh roda dari mulai bergerak sampai berhenti (jari-jari roda 20 cm)

Pembahasan :

Diketahui : ω0= 8,6 rad/s

ωt = 0 rad/s

t = 192 s
R = 10cm= 0,1 m

Ditanya : a.
b. x

Jawab :

a.

= - 0,045 rads-2

b.

= (8,6).(192) + (-0,045).(192)2

= 826 rad

x = R.θ

= (0,1m),(826)

= 82,6 m

Ayunan Konis
Ayunan Konis (Ayunan Kerucut) adalah putaran sebuah benda yang diikat pada seutas tali yang panjangnya L ujung atas tali diikat pada satu titik tetap dan benda diputar mengitari permukaan membentuk kerucut.

Gaya yang bekerja adalah Tx sebagai gaya sentripetal yang menyebabkan benda bergerak melingkar beraturan pada bidang horizontal.
Tx = Fs

Pada Sumbu Y :
Benda tidak bergerak,maka sesuai hukum I Newton.
Fy = 0
Tcosθ – mg = 0
T cos θ = mg ....... (2)
Dari pers (1) dan (2) diperoleh :

dimana

V = kelajuan ayunan(m/s)
g = percepatan gravitasi (ms-2)
R = jari-jari (m)
θ = besar sudut putar(rad)

Contoh soal Ayunan Konis/kerucut:
Seutas tali dengan panjang 1 m, ujung atasnya dipegang dan ujung bawah dikaitkan ke benda bermassa 100 g.Kemudian tali diputar sehingga benda bergerak melingkar horisontal dengan jari-jari lingkaran 0,5 m. Hitunglah :
a. besar tegangan tali
b. kelajuan linier benda

Pembahasan :

Diketahui : L =1 m
R = 0,5 m
m = 100g = 0,1 kg

Ditanya :
a. T
b. V

Jawab :

(a) (b) (c)



Berdasarkan gambar (b) : tan θ = = 0,58 , cos θ =
a. Ty = mg .

T cos θ = (0,1).(10)
T = N

b.
= 1,70 m/s


Gerak Melingkar Beraturan (GMB)

Ketika sebuah benda bergerak membentuk suatu lingkaran dengan laju tetap maka benda tersebut dikatakan melakukan gerak melingkar beraturan alias GMB.

Dapatkah kita mengatakan bahwa GMB merupakan gerakan yang memiliki kecepatan linear tetap ? Misalnya sebuah benda melakukan Gerak Melingkar Beraturan, seperti yang tampak pada gambar di bawah. Arah putaran benda searah dengan putaran jarum jam. bagaimana dengan vektor kecepatannya ? seperti yang terlihat pada gambar, arah kecepatan linear/tangensial di titik A, B dan C berbeda. Dengan demikian kecepatan pada GMB selalu berubah (ingat perbedaan antara kelajuan dan kecepatan, kelajuan adalah besaran skalar sedangkan kecepatan adalah besaran vektor yang memiliki besar/nilai dan arah) sehingga kita tidak dapat mengatakan kecepatan linear pada GMB tetap.

Pada gerak melingkar beraturan, besar kecepatan linear v tetap, karenanya besar kecepatan sudut juga tetap.

Jika arah kecepatan linear alias kecepatan tangensial selalu berubah, bagaimana dengan arah kecepatan sudut ? arah kecepatan sudut sama dengan arah putaran partikel, untuk contoh di atas arah kecepatan sudut searah dengan arah putaran jarum jam. Karena besar maupun arah kecepatan sudut tetap maka besaran vektor yang tetap pada GMB adalah kecepatan sudut. Dengan demikian, kita bisa menyatakan bahwa GMB merupakan gerak benda yang memiliki kecepatan sudut tetap.

Pada GMB, kecepatan sudut selalu tetap (baik besar maupun arahnya). Karena kecepatan sudut tetap, maka perubahan kecepatan sudut atau percepatan sudut bernilai nol. Percepatan sudut memiliki hubungan dengan percepatan tangensial, sesuai dengan persamaan

Karena percepatan sudut dalam GMB bernilai nol, maka percepatan linear juga bernilai nol. Jika demikian, apakah tidak ada percepatan dalam Gerak Melingkar Beraturan (GMB) ?

Pada GMB tidak ada komponen percepatan linear terhadap lintasan, karena jika ada maka lajunya akan berubah. Karena percepatan linear alias tangensial memiliki hubungan dengan percepatan sudut, maka percepatan sudut juga tidak ada dalam GMB. Yang ada hanya percepatan yang tegak lurus terhadap lintasan, yang menyebabkan arah kecepatan linear berubah-ubah. Sekarang mari kita tinjau percepatan ini.

PERCEPATAN SENTRIPETAL

Percepatan tangensial didefinisikan sebagai perbandingan perubahan kecepatan dengan selang waktu yang sangat singkat, secara matematis dirumuskan sebagai berikut :


Sekarang kita turunkan persamaan untuk menentukan besar percepatan sentripetal alias percepatan radial (aR)

Kita tulis semua kecepatan dengan v karena pada GMB kecepatan tangensial benda sama (v1 = v2 = v).

Benda yang melakukan gerakan dengan lintasan berbentuk lingkaran dengan jari-jari (r) dan laju tangensial tetap (v) mempunyai percepatan yang arahnya menuju pusat lingkaran dan besarnya adalah :

Berdasarkan persamaan percepatan sentripetal tersebut, terlihat bahwa nilai percepatan sentripetal bergantung pada kecepatan tangensial dan radius/jari-jari lintasan (lingkaran). Dengan demikian, semakin cepat laju gerakan melingkar, semakin cepat terjadi perubahan arah dan semakin besar radius, semakin lambat terjadi perubahan arah.

Arah vektor percepatan sentripetal selalu menuju ke pusat lingkaran, tetapi vektor kecepatan linear menuju arah gerak benda secara alami (lurus), sedangkan arah kecepatan sudut searah dengan putaran benda. Dengan demikian, vektor percepatan sentripetal dan kecepatan tangensial saling tegak lurus atau dengan kata lain pada Gerak Melingkar Beraturan arah percepatan dan kecepatan linear/tangensial tidak sama. Demikian juga arah percepatan sentripetal dan kecepatan sudut tidak sama karena arah percepatan sentripetal selalu menuju ke dalam/pusat lingkaran sedangkan arah kecepatan sudut sesuai dengan arah putaran benda (untuk kasus di atas searah dengan putaran jarum jam).

Kita dapat menyimpulkan bahwa dalam Gerak Melingkar Beraturan :

1. besar kecepatan linear/kecepatan tangensial adalah tetap, tetapi arah kecepatan linear selalu berubah setiap saat
2. kecepatan sudut (baik besar maupun arah) selalu tetap setiap saat
3. percepatan sudut maupun percepatan tangensial bernilai nol
4. dalam GMB hanya ada percepatan sentripetal

PERIODE DAN FREKUENSI

Gerak melingkar sering dijelaskan dalam frekuensi (f) sebagai jumlah putaran per detik. Periode (T) dari benda yang melakukan gerakan melingkar adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu putaran. Hubungan antara frekuensi dengan periode dinyatakan dengan persamaan di bawah ini :

Dalam satu putaran, benda menempuh lintasan linear sepanjang satu keliling lingkaran (2 phi r), di mana r merupakan jarak tepi lingkaran dengan pusat lingkaran. Kecepatan linear merupakan perbandingan antara panjang lintasan linear yang ditempuh benda dengan selang waktu tempuh. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

Sekarang kita tulis kembali persamaan Gerak Melingkar Beraturan (GMB) yang telah kita turunkan di atas ke dalam tabel di bawah ini :

Persamaan fungsi Gerak Melingkar Beraturan (GMB)

Pada Gerak Melingkar Beraturan, kecepatan sudut selalu tetap (baik besar maupun arahnya), di mana kecepatan sudut awal sama dengan kecepatan sudut akhir. Karena selalu sama, maka kecepatan sudut sesaat sama dengan kecepatan sudut rata-rata.

Contoh Soal 1 :

Sebuah bola bermassa 200 gram diikat pada ujung sebuah tali dan diputar dengan kelajuan tetap sehingga gerakan bola tersebut membentuk lingkaran horisontal dengan radius 0,2 meter. Jika bola menempuh 10 putaran dalam 5 detik, berapakah percepatan sentripetalnya ?

Panduan Jawaban :

Percepatan sentripetal dirumuskan dengan persamaan :

Karena laju putaran bola belum diketahui, maka terlebih dahulu kita tentukan laju bola (v). Apabila bola menempuh 10 putaran dalam 5 detik maka satu putaran ditempuh dalam 2 detik, di mana ini merupakan periode putaran (T). Jarak lintasan yang ditempuh benda adalah keliling lingkaran = 2 phi r, di mana r = jari-jari/radius lingkaran. Dengan demikian, laju bola :

Contoh Soal 2 :

Satu kali mengorbit bumi, bulan memerlukan waktu 27,3 hari. Jari-jari orbit bulan 384.000 km, berapakah percepatan bulan terhadap bumi ? (catatan : dalam GMB hanya ada percepatan sentripetal, sehingga jika ditanyakan percepatan, maka yang dimaksudkan adalah percepatan sentripetal)

Panduan Jawaban :

Ketika mengorbit bumi satu kali, bulan menempuh jarak 2phi r, di mana r = 3,84 x 108 meter merupakan radius jalur lintasannya (lingkaran). Periode T dalam satuan sekon adalah T = (27,3 hari)(24 jam)(3600 s/jam) = 2,36 x 106 s. Dengan demikian, percepatan sentripetal bulan terhadap bumi adalah :

Latihan Soal 3 :

Valentino Rosi mengendarai motornya melewati suatu tikungan yang berbentuk setengah lingkaran yang memiliki radius 20 meter. Jika laju sepeda motor 20 m/s, berapakah percepatan sepeda motor (dan The Doctor) ?

Panduan Jawaban :

Percepatan sentripetal sepeda motor + The Doctor adalah :

BAB 1 KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

KINEMATIKA adalah Ilmu gerak yang membicarakan gerak suatu benda tanpa memandang gaya yang bekerja pada benda tersebut (massa benda diabaikan). Jadi jarak yang ditempuh benda selama geraknya hanya ditentukan oleh kecepatan v dan atau percepatan a.

GLB
Gerak Lurus Beraturan (GLB) adalah gerak lurus pada arah mendatar dengan kocepatan v tetap (percepatan a = 0), sehingga jarakyang ditempuh S hanya ditentukan oleh kecepatan yang tetap dalam waktu tertentu.

Pada umumaya GLB didasari oleh Hukum Newton I ( S F = 0 ).

S = X = v . t ;

a = Dv/Dt = dv/dt = 0

v = DS/Dt = ds/dt = tetap

Tanda D (selisih) menyatakan nilai rata-rata.

Tanda d (diferensial) menyatakan nilai sesaat.

GLBB

Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) adalah gerak lurus pada arah mendatar dengan kecepatan v yang berubah setiap saat karena adanya percepatan yang tetap. Dengan kata lain benda yang melakukan gerak dari keadaan diam atau mulai dengan kecepatan awal akan berubah kecepatannya karena ada percepatan (a= +) atau perlambatan (a= -).

Pada umumnya GLBB didasari oleh Hukum Newton II ( S F = m . a ).

vt = v0 + a.t

vt2 = v02 + 2 a S

S = v0 t + 1/2 a t2

vt = kecepatan sesaat benda
v0 = kecepatan awal benda
S = jarak yang ditempuh benda
f(t) = fungsi dari waktu t

v = ds/dt = f (t)

a = dv/dt = tetap

Syarat : Jika dua benda bergerak dan saling bertemu maka jarak yang ditempuh kedua benda adalah sama.

GRAFIK GLB-GLBB

Grafik gerak benda (GLB dan GLBB) pada umumnya terbagi dua, yaitu S-t dan grafik v-t.

Pemahaman grafik ini penting untuk memudahkan penyelesaian soal.

Khusus untuk grafik v-t maka jarak yang ditempuh benda dapat dihitung dengan cara menghitung luas dibawah kurva grafik tersebut.

GERAK JATUH BEBAS:

y = h = 1/2 gt2


t = Ö(2 h/g)


yt = g t = Ö(2 g h)

adalah gerak jatuh benda pada arah vertikal dari ketinggian h tertentu tanpa kecepatan awal (v0 = 0), jadi gerak benda hanya dipengaruhi oleh gravitasi bumi g.

g = percepatan gravitasi bumi.
y = h = lintasan yang ditempuh benda pada arah vertikal,(diukur dari posisi benda mula-mula).
t = waktu yang dibutuhkan benda untuk menempuh lintasannya.

GERAK VERTIKAL KE ATAS:

adalah gerak benda yang dilempar dengan suatu kecepatan awal v0 pada arah vertikal, sehingga a = -g (melawan arah gravitasi).

syarat suatu benda mencapai tinggi maksimum (h maks): Vt = 0

Dalam penyelesaian soal gerak vertikal keatas, lebih mudah diselesaikan dengan menganggap posisi di tanah adalah untuk Y = 0.

Contoh:

1. Sebuah partikel bergerak sepanjang sumbu-X dengan persamaan lintasannya: X = 5t2 + 1, dengan X dalam meter dan t dalam detik. Tentukan:

a. Kecepatan rata-rata antara t = 2 detik dan t = 3 detik.
b. Kecepatan pada saat t = 2 detik.
c. Jarak yang ditempah dalam 10 detik.
d. Percepatan rata-rata antara t = 2 detik dan t = 3 detik.

Jawab:

a. v rata-rata = DX / Dt = (X3 – X2) / (t3 – t2) = [(5 . 9 + 1) - (5 . 4 + 1)] / [3 - 2] = 46 – 21 = 25 m/ detik

b. v2 = dx/dt |t=2 = 10 |t=2 = 20 m/detik.

c. X10 = ( 5 . 100 + 1 ) = 501 m ; X0 = 1 m

Jarak yang ditempuh dalam 10 detik = X10 – X0 = 501 – 1 = 500 m

d. a rata-rata = Dv / Dt = (v3- v2)/(t3 – t2) = (10 . 3 – 10 . 2)/(3 – 2) = 10 m/det2

2. Jarak PQ = 144 m. Benda B bergerak dari titik Q ke P dengan percepatan 2 m/s2 dan kecepatan awal 10 m/s. Benda A bergerak 2 detik kemudian dari titik P ke Q dengan percepatan 6 m/s2 tanpa kecepatan awal. Benda A dan B akan bertemu pada jarak berapa ?

Jawab:

Karena benda A bergerak 2 detik kemudian setelah benda B maka tB = tA + 2.

SA = v0.tA + 1/2 a.tA2 = 0 + 3 tA2
SB = v0.tB + 1/2 a.tB2 = 10 (tA + 2) + (tA + 2)2

Misalkan kedua benda bertemu di titik R maka
SA + SB = PQ = 144 m
3tA2 + 10 (tA + 2) + (tA + 2)2 = 144
2tA2 + 7tA – 60 = 0

Jadi kedua benda akan bertemu pada jarak SA = 3tA2 = 48 m (dari titik P).

3. Grafik di bawah menghubungkan kocepatan V dan waktu t dari dua mobil A dan B, pada lintasan dan arah sama. Jika tg a = 0.5 m/det, hitunglah:
a. Waktu yang dibutuhkan pada saat kecepatan kedua mobil sama.
b. Jarak yang ditempuh pada waktu menyusul

Jawab:

Dari grafik terlihat jenis gerak benda A dan B adalah GLBB dengan V0(A) = 30 m/det dan V0(B) = 0.

a. Percepatan kedua benda dapat dihitung dari gradien garisnya,

jadi : aA = tg a = 0.5
10/t = 0.5 ® t = 20 det

aB = tg b = 40/20 = 2 m/det

b. Jarak yang ditempuh benda

SA = V0 t + 1/2 at2 = 30t + 1/4t2

SB = V0 t + 1/2 at2 = 0 + t2

pada saat menyusul/bertemu : SA = SB ® 30t + 1/4 t2 = t2 ® t = 40 det

Jadi jarak yang ditempuh pada saat menyusul : SA = SB = 1/2 . 2 . 402 = 1600 meter

GERAK PARABOLA

Gerak ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Gerak Setengah Parabola

Benda yang dilempar mendatar dari suatu ketinggian tertentu dianggap tersusun atas dua macam gerak, yaitu :
a. Gerak pada arah sumbu X (GLB)

vx = v0
Sx = X = vx t


Gbr. Gerak Setengah Parabola
b. Gerak pada arah sumbu Y (GJB/GLBB)

vy = 0
]® Jatuh bebas
y = 1/2 g t2

2. Gerak Parabola/Peluru

Benda yang dilempar ke atas dengan sudut tertentu, juga tersusun atas dua macam gerak dimana lintasan
dan kecepatan benda harus diuraikan pada arah X dan Y.
a. Arah sb-X (GLB)

v0x = v0 cos q (tetap)
X = v0x t = v0 cos q.t



Gbr. Gerak Parabola/Peluru
b. Arah sb-Y (GLBB)

v0y = v0 sin q
Y = voy t – 1/2 g t2
= v0 sin q . t – 1/2 g t2
vy = v0 sin q – g t

Syarat mencapai titik P (titik tertinggi): vy = 0

top = v0 sin q / g

sehingga

top = tpq
toq = 2 top

OQ = v0x tQ = V02 sin 2q / g

h max = v oy tp – 1/2 gtp2 = V02 sin2 q / 2g

vt = Ö (vx)2 + (vy)2

Contoh:

1. Sebuah benda dijatuhkan dari pesawat terbang yang sedang melaju horisontal 720 km/jam dari ketinggian 490 meter. Hitunglah jarak jatuhnya benda pada arah horisontal ! (g = 9.8 m/det2).

Jawab:
vx = 720 km/jam = 200 m/det.
h = 1/2 gt2 ® 490 = 1/2 . 9.8 . t2
t = 100 = 10 detik
X = vx . t = 200.10 = 2000 meter

2. Peluru A dan peluru B ditembakkan dari senapan yang sama dengan sudut elevasi yang berbeda; peluru A dengan 30o dan peluru B dengan sudut 60o. Berapakah perbandingan tinggi maksimum yang dicapai peluru A dan peluru B?

Jawab:

Peluru A:

hA = V02 sin2 30o / 2g = V02 1/4 /2g = V02 / 8g

Peluru B:

hB = V02 sin2 60o / 2g = V02 3/4 /2g = 3 V02 / 8g

hA = hB = V02/8g : 3 V02 / 8g = 1 : 3

MODUL FISIKA

MATERI : GERAK MELINGKAR

KELAS /SM : X / I

Gerak melingkar terbagi dua, yaitu:

1. GERAK MELINGKAR BERATURAN (GMB)

GMB adalah gerak melingkar dengan kecepatan sudut (w) tetap.


Arah kecepatan linier v selalu menyinggung lintasan, jadi sama dengan arah kecepatan tangensial sedanghan besar kecepatan v selalu tetap (karena w tetap). Akibatnya ada percepatan radial ar yang besarnya tetap tetapi arahnya berubah-ubah. ar disebut juga percepatan sentripetal/sentrifugal yang selalu | v.

v = 2pR/T = w R

ar = v2/R = w2 R

s = q R

2. Percepatan Tangensial (at)

Pada gerak melingkar berubah beraturan selain percepatan sentripetal (as) juga mempunyai percepatan tangensial (at).

Percepatan Tangensial (at) diperoleh :


maka : at = . R dengan arah menyinggung lintasan.

Partikel P memiliki komponen Percepatan :

a = at + as , dimana at tegak lurus as ( as at )

Besar Percepatan Linier Total partikel titik P :

at = percepatan tangensial (ms-2)
as = percepatan sentripetal (ms-2)
a = percepatan total (ms-2)

Jika as = dan maka didapat :

Percepatan total (a) :

dimana

V = kelajuan linier (m/s)
R = jari-jari lintasan (m)
= percepatan sudut (rad s-2)

Semua benda bergerak melingkar selalu memiliki percepatan sentripetal, tetapi belum tentu memiliki percepatan tangensial.

Percepatan tangensial hanya dimiliki bila benda bergerak melingkar dan mengalami perubahan kelajuan linier.

Benda yang bergerak melingkar dengan kelajuan linier tetap hanya memiliki percepatan sentripetal, tetapi tidak mempunyai percepatan tangensial (at = 0 ).

Contoh soal Konsep Gerak Melingkar Berubah Beraturan:
Sebuah roda mobil sedang berputar dengan kecepatan sudut 8,6 rad/s. Suatu gesekan kecil pada poros putaran menyebabkan suatu perlambatan sudut tetap sehingga akhirnya berhenti dalam waktu 192 s. Tentukan :

1. Percepatan sudut
2. Jarak yang telah ditempuh roda dari mulai bergerak sampai berhenti (jari-jari roda 20 cm)

Pembahasan :

Diketahui : ω0= 8,6 rad/s

ωt = 0 rad/s

t = 192 s
R = 10cm= 0,1 m

Ditanya : a.
b. x

Jawab :

a.

= - 0,045 rads-2

b.

= (8,6).(192) + (-0,045).(192)2

= 826 rad

x = R.θ

= (0,1m),(826)

= 82,6 m

Ayunan Konis
Ayunan Konis (Ayunan Kerucut) adalah putaran sebuah benda yang diikat pada seutas tali yang panjangnya L ujung atas tali diikat pada satu titik tetap dan benda diputar mengitari permukaan membentuk kerucut.

Gaya yang bekerja adalah Tx sebagai gaya sentripetal yang menyebabkan benda bergerak melingkar beraturan pada bidang horizontal.
Tx = Fs

Pada Sumbu Y :
Benda tidak bergerak,maka sesuai hukum I Newton.
Fy = 0
Tcosθ – mg = 0
T cos θ = mg ....... (2)
Dari pers (1) dan (2) diperoleh :

dimana

V = kelajuan ayunan(m/s)
g = percepatan gravitasi (ms-2)
R = jari-jari (m)
θ = besar sudut putar(rad)

Contoh soal Ayunan Konis/kerucut:
Seutas tali dengan panjang 1 m, ujung atasnya dipegang dan ujung bawah dikaitkan ke benda bermassa 100 g.Kemudian tali diputar sehingga benda bergerak melingkar horisontal dengan jari-jari lingkaran 0,5 m. Hitunglah :
a. besar tegangan tali
b. kelajuan linier benda

Pembahasan :

Diketahui : L =1 m
R = 0,5 m
m = 100g = 0,1 kg

Ditanya :
a. T
b. V

Jawab :

(a) (b) (c)



Berdasarkan gambar (b) : tan θ = = 0,58 , cos θ =
a. Ty = mg .

T cos θ = (0,1).(10)
T = N

b.
= 1,70 m/s

2. GERAK MELINGKAR BERUBAH BERATURAN (GMBB)

GMBB adalah gerak melingkar dengan percepatan sudut a tetap.

Dalam gerak ini terdapat percepatan tangensial aT = percepatan linier, merupakan percepatan yang arahnya menyinggung lintasan lingkaran (berhimpit dengan arah kecepatan v).

a = Dw/Dt = aT / R

aT = dv/dt = a R

T = perioda (detik)
R = jarijari lingkaran.
a = percepatan angular/sudut (rad/det2)
aT = percepatan tangensial (m/det2)
w = kecepatan angular/sudut (rad/det)
q = besar sudut (radian)
S = panjang busur

Hubungan besaran linier dengan besaran angular:
vt = v0 + a t wt
S = v0 t + 1/2 a t2 Þ w0 + a t
Þ q = w0 + 1/2 a t2

Contoh:

1. Sebuah mobil bergerak pada jalan yang melengkung dengan jari-jari 50 m. Persamaan gerak mobil untuk S dalam meter dan t dalam detik ialah:

S = 10+ 10t – 1/2 t2

Hitunglah:
Kecepatan mobil, percepatan sentripetal dan percepatan tangensial pada saat t = 5 detik !

Jawab:

v = dS/dt = 10 – t; pada t = 5 detik, v5 = (10 – 5) = 5 m/det.
- percepatan sentripetal : aR = v52/R = 52/50 = 25/50 = 1/2 m/det2
- percepatan tangensial : aT = dv/dt = -1 m/det2